Pentingnya Validitas Perguruan Tinggi

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris menegaskan bahwa gelar akademik yang diberikan oleh perguruan tinggi yang tidak memiliki izin oper-PEXELS-

RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Pemberian gelar kehormatan oleh institusi pendidikan kepada tokoh publik merupakan praktik yang telah berlangsung sejak lama di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Gelar doktor kehormatan atau honoris causa (HC) seringkali dianugerahkan kepada individu yang dianggap memberikan kontribusi besar dalam bidang tertentu, baik itu bidang akademik, politik, sosial, maupun seni.

Namun di balik penghargaan tersebut, terdapat diskusi terkait validitas pemberian gelar serta keabsahan institusi yang menganugerahkan penghargaan.

Menurut Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk, sikap tokoh publik terhadap gelar kehormatan ini sangat bergantung pada rasa kenegarawanan dan integritas pribadi mereka.

BACA JUGA:Riset Perguruan Tinggi Harus Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat

BACA JUGA:Selamat! 19 Pelajar SMAN 07 Bengkulu Utara Ini, Masuk Perguruan Tinggi Negeri Jalur SNBP 2024

Oleh karena itu, Hamdi menegaskan, jika seseorang merasa belum layak menerima gelar tersebut, boleh jadi dia akan menolak.

Sebaliknya jika merasa kontribusi dirinya dirasa sudah memadai, kemungkinan sosok itu akan menerimanya dengan bangga.

Di masyarakat Indonesia, gelar memiliki makna simbolik yang kuat.

Gelar kehormatan seringkali dipandang sebagai ukuran status sosial yang dapat menambah legitimasi atau pengakuan di mata publik.

BACA JUGA:Pemkab Apresiasi Arahan Gubernur Soal Pendirian Perguruan Tinggi di Mukomuko

BACA JUGA:Program GENIUS Dukung Gizi Anak Sekolah Menuju Indonesia Emas 2045

Alhasil, penerimaan gelar itu tidak jarang memunculkan perdebatan terkait apa motif sesungguhnya seorang tokoh menerima penghargaan.

Keabsahan Gelar

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan