Rapat Lanjutan Konflik Agraria Memanas, Ini Desakan Warga
Rapat lanjutan terkait konflik agraria di Bengkulu-Radar Utara/Doni Aftarizal-
BENGKULU RU - Rapat lanjutan terkait konflik agraria yang difasilitasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu, pada Kamis 17 Oktober 2024 sempat memanas.
Pasalnya dalam rapat tersebut kurangnya keterbukaan data, terkait Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang menjadi pemicu konflik dan juga lemahnya pengawasan terhadap investor, terutama pada sektor perkebunan.
Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNIB, Ridhoan Parlaungan Hutasuhut menyatakan, pentingnya transparansi data, dalam upaya mencegah konflik agraria berkepanjangan.
“Harapan kita bersama masyarakat, data-data dari perusahaan dan Kanwil ATR/BPN harus lebih jelas. Sehingga konflik agraria yang terjadi, tidak terus berlarut-larut,” sesal Ridho.
BACA JUGA:Atasi Konflik, Reforma Agraria Disebut Jadi Solusi
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Ditantang Selesaikan Konflik Agraria
Menurut Ridho, keterbukaan informasi ini bukan hanya menjadi hak masyarakat, tapi juga bentuk tanggung jawab pemerintah daerah (pemda) dan perusahaan.
"Termasuk juga dalam hal pengawasan investasi. Itupun kalau pemda benar-benar serius dalam memikirkan dan memerhatikan kesejahteraan masyarakat. Apalagi dengan konflik berkepanjangan ini, masyarakat yang jadi korbanm," tegas Ridho.
Ditambahkan Perwakilan Masyarakat Air Palik, Supriyadi, pihaknya kecewa karena banyak hal yang dibahas, tanpa memberikan jalan keluar yang konkrit.
"Seperti permasalahan terkait lahan plasma yang seharusnya menjadi hak masyarakat, tetapi diklaim tidak pernah disosialisasikan kepada mereka. Bahkan masyarakat tidak pernah menerima lahan plasma itu," ungkap Supriyadi.
BACA JUGA:Reforma Agraria, Kunci Kejelasan Hak Milik Tanah
BACA JUGA:Kisruh Agraria, Gubernur Rohidin Minta Overlay HGU Agricinal
Kemudian, lanjut Supriyadi, juga adanya ketidakjelasan dalam pengukuran lahan yang menjadi sengketa. Di mana pihak ATR/BPN seolah-olah mempersilakan masyarakat untuk mengukur ulang sendiri.
"Ironisnya tanpa melibatkan masyarakat pada saat proses pengukuran sebelumnya. Masa kami yang harus membiayai, inikan tugas ATR/BPN, harusnya masyarakat dilibatkan,” demikian Supriyadi.