Aturan main lain tersurat dalam Pasal 26 Ayat 1 yang mengatur kewajiban pemilik waralaba untuk mengutamakan barang atau jasa hasil produksi dalam negeri.
BACA JUGA:Reformasi Ekonomi Negara Berkembang: Tantangan, Peluang dan Kesempatan
BACA JUGA:Menuju Ekonomi yang Mandiri dan Berdaya Saing
Berikutnya, di Pasal 26 Ayat 2 menjelaskan lebih lanjut bahwa barang dan jasa hasil produksi dalam negeri harus sesuai dengan kualitas yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi waralaba.
"Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Huruf b sampai dengan Huruf d harus bekerja sama dengan pelaku usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah di daerah setempat sebagai pemasok barang dan/atau jasa."
Sementara itu, Pasal 26 Ayat 3 menyebutkan bahwa kerja sama yang dimaksud yaitu dengan memberikan ruang bagi pelaku UMKM untuk memasok barang dan atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan pemberi waralaba. Berikut ini sejumlah kriteria penting yang diatur dalam PP 35/2024 tentang Waralaba:
BACA JUGA:PLBN Nanga Badau, Gerbang Ekonomi Baru di Perbatasan Indonesia-Malaysia
BACA JUGA:Masa Depan Ekonomi Digital Indonesia, Strategi Menuju 2030
Sistem bisnis: Franchisor harus memiliki standar operasional yang mencakup pengelolaan sumber daya manusia, administrasi, operasional, metode pengoperasian, strategi pemasaran, dan lainnya. Sistem ini harus teruji dan dapat diterapkan oleh franchisee.
Bisnis yang menguntungkan: Bisnis yang diwaralabakan harus sudah berjalan minimal tiga tahun berturut-turut, dengan laporan keuangan dua tahun terakhir yang menunjukkan keuntungan. Laporan keuangan ini harus diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa pengecualian. Hal ini lebih fleksibel dibanding aturan sebelumnya yang mewajibkan bisnis berjalan selama lima tahun.
Penggunaan produk dalam negeri: PP 35/2024 juga menekankan pentingnya mengutamakan produk dan jasa hasil produksi dalam negeri. Pasal 26 mewajibkan pemberi waralaba untuk bekerja sama dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai pemasok barang atau jasa, selama memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan secara tertulis oleh franchisor.
Dukungan Berkelanjutan
BACA JUGA:Upaya Stabilitas Ekonomi Kokoh, Angka Kemiskinan Turun
BACA JUGA:Peran Gen Z dalam Ekonomi Kreatif dalam Berinovasi dan Melihat Peluang Bisnis Baru
Bisnis waralaba mulai dikenal di Indonesia pada awal 1990-an, ketika beberapa brand internasional mulai masuk ke pasar lokal, terutama di sektor makanan dan minuman.