RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Jadad perpolitikan nasional, langsung menunjukkan dinamikanya usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Utamanya, barisan parpol non parlemen sampai dengan parpol yang dalam aturan sebelumnya, secara syarat tak mampu berkontestasi, lantaran kendala aturan.
Dinamika 24 jam, sejak MK menyatakan sikapnya lewat putusan Nomor : 60/PUU-XXII/2024 pada Selasa, 21 Agustus 2024, level politik pusat bergolak senyap.
Khususnya di lingkungan eksekutif. Begitu juga legislatif yang langsung mengagendakan rapat badan legislasi (banleg) yang digelar Rabu, 21 Agustus 2024.
BACA JUGA:Presiden Jokowi Dorong Transparansi dan Pengawasan Ketat Pilkada 2024
BACA JUGA:Polres Mukomuko Gelar Latihan Pra Operasional Mantap Praja Jelang Pilkada 2024
Bagaimana di daerah? pastinya, poros-poros utama atau figur-figur potensial, mulai bergerilya memastikan kekuatan dan dominasinya atau pun berupaya menambahnya dengan menggaet partai-partai non parlemen.
Pendapatan Berbeda Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah
Hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) di MK pada Kamis, 1 Agustus 2024, turut diwarnai dengan perbedaan pendapatan alias dissenting opinion (cetak miring) hakim konstitusi.
BACA JUGA:Polres Mukomuko Gelar TFG Pengamanan Pilkada 2024
BACA JUGA:Waspadai Hoax Jelang Pilkada 2024, Kapolsek: Jangan Saling Adu Domba!!
Poin Dissenting Opinion Hakim Gundur diargumentasikan lewat dasar hukum sebagai berikut:
1. Pasal a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menghendaki adanya persamaan antar semua warga negara dalam hukum dan pemerintahan;
2. Terhadap anggapan dan dalil permohonan tersebut, saya menilai bahwa yang pertama harus diperhatikan adalah dasar konstitusional dari pemberlakuan ketentuan yang mengatur mengenai kedua pemilihan umum tersebut, yakni pemilihan umum presiden dan wakil presiden maupun pemilihan umum kepala daerah;