Darurat Asusila di Bengkulu Utara
NGELUS dada, membaca curahan hati seorang anak yang bertahun-tahun, menjadi bulan-bulanan rudapaksa bapak kandungnya. Mirisnya lagi, ini bukan kali pertama terungkap di Bengkulu Utara. Beberapa kasus sebelumnya, juga terungkap dan pelakunya dihadapkan ke meja hijau hingga mendekam di balik jeruji besi. Bahkan, dari sudut pandang berbeda, salah satu korbannya 'terpaksa' harus menjalani operasi caesar sebagai buntut dari perbuatan keji pelaku. Lantas apakah ada yang kurang tepat atau salah dalam menyikapi persoalan ini? Simak Ulasannya; BENNY SISWANTO - Arga Makmur Hujaman fisik dan psikis, didera seorang anak di bawah umur, bertahun-tahun lamanya. Ia menjadi korban rudapaksa yang dilakukan sendiri bapak kandungnya. Polisi dari Polsek Napal Putih, meringkus bapak bejat itu, Rabu (15/11). Ma, inisial nama pelakunya. Dia menjadi terlapor sesuai LP/B/ 08 / XI /2023/SPKT/POLRES BENGKULU UTARA/POLDA BENGKULU, Tanggal 14 November 2023. Radar Utara membaca jejak tulis tangan, menarasikan derai tangis nyata dan hati korban yang tercabik-cabik parah. Kecewa. Bahkan benci dengan sang penjaga, tapi nyatanya menjelma menjadi penjahat. Penjahat terhadap anaknya sendiri. Yang bahkan, laku-laku semacam itu, tak pantas apapun dalihnya, dilakukan pada orang lain. Secarik kertas lusuh, ungkapan nestapa, dijabar nyaris rinci korban kepada sang ibu. Paparan sakit hati terjabar gamblang, dalam guratan pena warna hitam, 11 paragraf tak beraturan yang dituang dengan jejak memprihatinkan dalam 58 baris tulisan. Tangisan hati dalam pilu mendalam yang tak kuasa ditahannya sendiri. Carik itupun menjadi jejak laporan kebrutalan pelaku terhadap korban. "Mak, iki surat seko aku. Boco tekan entek iyoh mak. Delok neng kertas paling buri, jek enek tulisan. Aku harap mamak, paham perasaanku" Dalam Bahasa Indonesia berarti "Bu, ini surat dariku. Baca hingga habis ya bu. Tengok (baca) hingga kertas yang paling akhir. Aku berharap, ibu paham perasaanku," sepenggal gurat pena sang korban rudapaksa yang merasa tak kuat lagi menahan sakit hati, bahkan malu melihat kelakuan sang bapak. Kapolres BU AKBP Andi Pramudya Wardana,SIK, MM melalui Kapolsek Napal Putih, IPTU Sugeng Prayitno, SH, ditelpon RU. Tak menampik tangkapan kasus asusila. Dia bilang, persoalan ini dilaporkan Selasa (14/11), sehari kemudian terlapor pun ditangkap. Pria 52 tahun itu sudah meringkuk di sel tahanan kantornya, selain menjalani pemeriksaan yang bakal dihadapkan dengan ancaman lama di penjara. Benar saja, Sugeng bilang, pelaku diduga kuat melanggar Pasal 81 Ayat (2) dan Ayat (3) Sub Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76E dan Ayat (2) UU RI NO. 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI NO. 1 Tahun 2016. Tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang. "Tersangka sudah kita amankan dan masih dalam pemeriksaan," singkat Kapolsek Sugeng, mengabarkan. Pastinya, banyak wartawan yang menjujugnya lewat sambungan telpon. Polsek Napal Putih, merupakan jajaran Polres BU yang wilayahnya memiliki karakteristik khas. Saban Pemilu dan Pilkada, wilayahnya masuk dalam status TPS Sulit. Tidak kurang-kurang rasanya kalau mengikuti laju perkembangan kasus-kasus asusila di daerah ini. Mulai dari polisi, kejaksaan sampai dengan pengadilan, tak jarang mengganjar vonis berat kepada pelakunya. Tidak hanya hukuman puluhan tahun penjara dan denda miliaran yang kemudian diganti dengan penambahan hukuman badan. BACA JUGA:Penanganan ASN Tak Netral Berubah? Tapi serasa, kasus yang merupakan alarm derarut asusila, sebagai rentet nyata degradasi moral manusia, masih saja terjadi. Malahan kian parah. Ini tanda, sanksi hukuman, belum sepenuhnya cukup. Kalau pun mau menambah lama hukuman, lembaga yudikatif pun mesti merujuk pada regulasi yang ada. Pasalnya, hukuman tertinggi saat ini, tidak lebih dari 15 tahun penjara. Penambahan waktu, baru dapat dilakukan maksimal ditambah dengan 1/3 dari ancaman hukuman maksimal, sehingga bisa divonis 20 tahun penjara. Itu kalau merujuk pada Pasal 81 ayat (3) Juncto Pasal 76 D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016.nt Tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang. Kepala DPPA BU, Solita Meida, S.Pd, M.Pd, saat dikonfirmasi soal jumlah kasus asusila, menyampaikan. Pihaknya mencatat ada 26 kasus yang kini menjadi obyek pendampingan. Dua lusin lebih kasus yang terjadi, turut terpapar fakta miris akibat praktik asusila yang acap dilancarkan justru oleh orang-orang terdekat. "Ada 61 anak yang menjadi korbannya," ungkap Solita, kemarin. Fakta jejak rudapaksa yang memberikan implikasi berat, tidak cuma fisik tapi bahkan psikis, sudah mesti disikapi secara konkret oleh lintas pemangku kebijakan. Di level pusat. Juga di level daerah. Termasuk desa dan kelurahan yang menjadi wilayah administratif, paling ujung. Pantauan RU, salah satu korban rudapaksa yang dilakukan juga oleh ayah kandungnya sendiri, dua hari lalu melahirkan seorang bocah. Umur yang relatif muda, membawa korban harus menjalani persalinan dengan cara caesar. Korban melahirkan di salah satu rumah sakit di daerah dengan anak berjenis kelamin laki-laki yang tanpa dosa itu, harus menjadi buah pemikiran bersama. Pemikiran oleh mereka yang memiliki wewenang kebijakan. Solita bilang, pihaknya turut mendampingi korban asusila tersebut. Dia memastikan, proses persalinan, turut menjadi obyek pendampingannya. "Daerah terus berupaya hadir, dalam situasi yang tidak mudah ini pastinya," ujar mantan Sekretaris Dispendik, sebelum kemudian bergeser jadi Kabar Ortala, kemudian bertengger ke barisan eselon II Pemda BU itu. Sekedar mengulas, sebagaimana diberitakan sejumlah media di daerah ini, Rabu (15/11) kemarin. Untuk kesekiankalinya, polisi kembali mengungkap kasus ruda paksa yang dialami anak dibawah umur di wilayah hukum Mapolsek Napal Putih. Pelaku MA, 54 tahun adalah ayah kandung dari korban sendiri. Kasus ini terungkap setelah kepolisian Mapolsek Napal Putih melakukan penyelidikan atas laporan yang disampaikan oleh keluarga korban. Melalui keterangan dari beberapa saksi dan petunjuk awal, Satreskrim Polsek Napal Putih dipimpin Kapolsek Napal Putih, Iptu Sugeng Prayitno, SH, bergerak dan berhasil mengamankan pelaku. "Benar, peristiwa ini melibatkan pelaku yang tak lain adalah ayah kandung korban," ungkap Kapolsek. BACA JUGA:Soal Dana Desa Lebong Tandai Masuk ke Mabes Polri Dibeberkan Kapolsek, aksi pertumbuhan yang dilakukan oleh pelaku kepad anak kandungnya, sudah berlangsung sejak korban duduk dibangku kelas III SD dan baru terungkap pada Rabu (15/11) hari ini. "Perbuatan pelaku sudah tidak terhitung lagi. Karena aksi, itu dialami korban sudah sejak kelas III SD," tandasnya. Masih Kapolsek, peristiwa ini berhasil terungkap setelah ibu korban sempat menemukan secarik kertas di kamar korban. Pada tulisan itu kata Kapolsek, korban mengatakan bahwa dirinya telah diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri. "Korban ini sudah tidak tahan lagi dengan perbuatan ayahnya. Sehingga memberanikan diri untuk menceritakan peristiwa yang dilakukan ayahnya kepada sang ibu lewat surat" imbuhnya. Lebih jauh, Kapolsek menambahkan, pelaku yang merupakan ayah kandung korban, sudah diamankan di Mapolsek Napal Putih untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. "Hari ini, pelaku kita amankan di Mapolsek Napal Putih untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," demikian Kapolsek. (*)
Kategori :