"Iya, kalo nginget-nginget jalan ini makin rusak, muncul lubang-lubang gini setelah sering truk pengangkut material seperti batu gajah sering melintas," celetuk, pengguna kendaraan yang turut melongok lubang yang berada di tengah jalan.
Masyarakat berharap, perbaikan jalan ini bisa sesegera mungkin dilakukan perbaikan. Apalagi, secara fungsi dan kerusakan yang terjadi sangat nyata.
BACA JUGA:Pawai Ta'aruf MTQ, Simbol Kebersamaan Kafilah, Panitia dan Masyarakat
BACA JUGA:Jarang Diketahui, Ada 5 Duan yang Dapat Menghancurkan Lemak Secarak Alami
Sebagai akses alternatif, ruas jalan milik provinsi ini masih menjadi laluan utama, terutama masyarakat di wilayah Kecamatan Kerkap, Hulu Palik, Arma Jaya dan Arga Makmur yang memiliki aktivitas harian, seperti ASN hingga karyawan swasta.
"Pemerintah harus tanggap. Jangan nunggu korban dulu baru gerak," celetuk pemotor lain, sembari mengegas pelan kendaraannya.
Sifat hukum, begitu disahkan maka dianggap semua orang mengetahuinya. Meskipun pada faktanya, tak jarang aturan pemerintah itu tidak diketahui atau dipahami oleh masyarakat.
Salah satunya adalah soal jalan rusak. Pembiaran yang dilakukan pemerintah lewat penyelenggara jalan, sesuai dengan kewenangan bisa berakibat pidana atau denda.
BACA JUGA:Kenapa Mie Instan Dilarang Makan Bersamaan dengan Nasi Putih. Ini Alasannya...
BACA JUGA:Mengolah Labu Menjadi Makanan Ringan, Lemet Labu, Kolak Labu dan Bolu Labu Kukus
Kepastian ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan atau LLAJ.
Penegasan soal sanksi ini, diterang dalam beleid terkait tanggungjawab penyelenggara jalan.
Penyelenggara jalan ini, bisa saja mulai dari level pemerintah pusat seperti kementerian termasuk jajarannya seperti Balai Penyelenggara Jalan Negara atau BPJN.
Termasuk juga pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten/kota, via satuan kerja teknis yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Ombudsman menegasi, tanggungjawab penyelenggara jalan, bukan semata-mata dimaknai secara sempit. Semisal, memberikan tanda atau rambu-rambu lalulintas saja pada titik jalan yang rusak, bahkan mengancam nyawa manusia.
BACA JUGA:Musabaqoh Tilawatil Qur'an atau MTQ, Dulu, Kini dan Nanti