Pekerjaan ini sedikit demi sedikit mengikis rasa sepi yang selama ini terkurung dalam hatinya. Hingga suatu ketika seorang perempuan memakukan pandangan kepadanya.
“Maaf, ada yang bisa dibantu?”
“Oh, tidak ada.”
Hanya percakapan singkat yang terjadi saat itu. Namun, hampir setiaphari dirinya melihat perempuan itu di tempat yang nyaris sama.
BACA JUGA:Indeks Kinerja Pariwisata Indonesia Melesat ke Peringkat 22 Dunia
BACA JUGA:Meriahkan IIMS Surabaya 2024, PLN Perkuat Dukungan Infrastruktur Kendaraan Listrik
Ingin sesekali hatinya bertanya lagi: apa yang ditunggunya? Atau apa yang terjadi dengan harinya? Lagi dan lagi diurungkannya.
Sampailah suatu ketika ada seorang lelaki mendatangi perempuan tersebut dan terjadilah percakapan yang lebih intens.
Putra meyakini mereka berdua sudah saling mengenal satu sama lain. Patah hati? Tidak. Hanya saja kesepian yang mmerasukinya pelan perlahan.
***
Seakan takdir jodoh belum menghampirinya, dirinya selalu berharap agar didekatkan.
BACA JUGA:Disorot KPK, Bakal Ada Sistem Baru Terkait Gaji ASN
BACA JUGA:Dalami Perkara 20 Persen, Seluruh Pejabat OPD Bakal Dipanggil Jaksa
Ada sejumput harap yang selalu disematkannya dalam setiap doa, dalam setiap menjalani hari, juga dalam puisi-puisi.
Hal terakhir itulah yang tanpa disadarinya telah membuat hatinya dirundung kesepian. Merangkai kata-kata seperti cara mengolah diam yang merajam. enyahlah sepi!
Suatu ketika ibunya mendapati lembaran-lembaran yang tersusun di meja kamar Putra. Tulisan tangan yang entah kapan dituliskannya. Perasaannya mendadak sayu membaca puisi-puisi yang sedari dulu ditulis anaknya.