BENGKULU RU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu melalui Gubernur Prof. Dr. H. Rohidin Mersyah, memastikan untuk mendorong percepatan pembuatan Peraturan Daerah (Perda) terkait pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Enggano.
Ini disampaikan Gubernur Rohidin sat menghadiri workshop konsolidasi percepatan pengakuan MHA Enggano, Selasa 21 Mei 2024.
"Dorongan yang kita berikan ini, juga sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang mendiami salah satu pulau terdepan di Indonesia tersebut," ungkap Rohidin.
Menurut Rohidin, percepatan pembuatan Perda MHA Enggano, bertujuan untuk melindungi masyarakat adat enggano agar tak terusir dari tempat aslinya.
BACA JUGA:Lepas 46 CJH Khusus, Ini Pesan Gubernur Rohidin
BACA JUGA:Gegara Marayu & Paksa Pacar, Pemuda Ketahun Ini Dipenjara
"Karena dikhawatirkan kalau kita tidak buat perda, nantinya masyarakat asli Enggano bakal teusir dari Pulau Enggano. Apalagi seperti sekarang, mager project sudah masuk di Pulau Enggano," tegas Rohidin.
Dimana, lanjut Rohidin, Pulau Enggano merupakan salah satu pulau eksotis, dan seandainya berkembang bisa di akses ke Jakarta serta pulau lainnya.
"Sehingga bukan barang mustahil Pulau Enggano nantinya menjadi pusat ekonomi baru. Meskipun demikian, melindungi masyarkat adat Enggano menjadi poin yang sangat penting dengan keberadaan Perda MHA Enggano," ujar Rohidin.
Rohidin menambahkan, melalui wor?shop yang digelar Akar Global Inisiatif terkait konsolidasi percepatan pengakuan MHA Enggano, pihaknya sangat mendukung demi menjaga masyarakat Enggano tak teusir dari tempat tinggalnya.
BACA JUGA:Atasi Konflik, Reforma Agraria Disebut Jadi Solusi
BACA JUGA:Mukomuko Rancang Program Stimulan Untuk Korban Bencana Alam
"Tiga tahun lalu saya pernah melontarkan peraturan daerah terkait perlindungan masyarakat hukum adat enggano ini sangat penting," tegas Rohidin.
Sementara itu, Direktur Akar Global Inisiatif, Erwin Basrin mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah melakukan riset mengenai masyarakat adat Enggano.
"Kita sudah melakukan riset mengenai enggano setidaknya ada empat hal pertama, soal pengakuan hukum adat dari perda kabupaten/kota," papar Erwin.