Kemenkeu menyebutkan dalam situs resminya, kompensasi ini dapat dibayarkan pemerintah baik secara sekaligus atau pun bertahap.
BACA JUGA:Harus Serius Dalam Pengelolaan Arsip Daerah
BACA JUGA:Arus Mudik dan Balik, HK Gelar Operasi Simpatik
Beda lagi dengan subsidi BBM yang secara praktik, nyaris sama dengan kompensasi. Dua skema dengan beda pola itu, sama-sama bertujuan membuat harga BBM lebih terjangkau oleh masyarakat.
Subsidi akan akan dibayarkan pemerintah kepada badan usaha secara periodik (bulanan,red), yang merujuk pada volume penyaluran BBM kepada masyarakat.
Namun tidak seluruh jenis BBM yang menjadi jujugan subsidi anggaran yang dalam praktiknya di lapangan, cenderung tidak tepat sasaran itu.
Sudah menjadi rahasia umum, subsidi BBM praktis justru lebih dirasakan pada pemodal atau pengusaha yang menggunakan moda-moda angkutan selaku subyek yang menyedot anggaran subsidi.
BACA JUGA:Nambah Libur, ASN Harus Siap Disanksi
BACA JUGA: Ini Bentuk Dukungan Pemerintah terhadap Petani
Pada 2024 ini, subsidi BBM hanya diberikan untuk solar dan minyak tanah yang klasifikasikan sebagai Jenis BBM Tertentu atau JBT. Tidak termasuk Pertalite.
Pertalite digolongkan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan atau JBKP yang tidak menjadi obyek subisidi, namun kompensasi.
Pantauan radarutara.bacakoran.co, angka subsidi tertinggi untuk JBT pernah dilakukan pemerintah pada 2018 silam. Angkanya mencapai Rp 38,87 triliun.
Sedangkan pada 2024 ini, angkanya menjadi Rp 25,7 triliun. Meski lebih rendah dibanding 2018, namun anggaran itu naik 10 persen kalau dibanding 2023 lalu sebesar Rp 23,3 triliun.
BACA JUGA:Porsi Energi Terbarukan Semakin Besar
BACA JUGA: Replika Raksasa Meriahkan Takbir Keliling Idul Fitri 2024 di Desa Karya Bakti
Ditukil dari laman resmi Pertamina, membaca paparan itu, dalam pekan depan bakal terjadi lonjakan kebutuhan BBM.