Setelah itu dibungkus dengan menggunakan daun pisang dengan pola segitiga tiga dimensi dan disemat dengan lidi, lalu dikukus. Setelah masak, ditunggu dulu beberapa saat barulah kue ini disajikan dalam keadaan dingin.
Meski terkesan sederhana dan mudah, namun kue ini jarang ditemui.
Barongko baru muncul di acara-acara istimewa seperti sunatan, akikah, mappanre temme, atau pesta pernikahan.
Pasalnya, di daerah asalnya pembuatan barongko tidak dilakukan dengan sembarangan.
BACA JUGA: Kolaborasi Tekan Angka Stunting
BACA JUGA:Korban Begal 1 Orang, Korban Lain Terluka Karena Jatuh Saat Mengejar Pelaku
Barongko harus dibuat oleh orang yang sudah berpengalaman, agar rasa asli barongko tetap terjaga.
Di luar acara-acara istimewa tadi, ada satu momen dimana barongko selalu tersaji di rumah-rumah orang Bugis, yaitu saat bulan Ramadan tiba.
Selain rasanya yang manis, lembut dan dingin, barongko juga dianggap aman untuk pencernaan dan menambah stamina.
Karenanya tepat bila disajikan sebagai makanan pembuka setelah menjalankan puasa Ramadan sehari penuh.
BACA JUGA:Nenek Sebatang Kara Disantuni Satgas PAM Puter Enggano
BACA JUGA:Kepastian Skema Seleksi Panwascam Mendesak!
Rasa yang manis, teksturnya yang lembut dan juicy membuat siapapun yang mencicipi kue ini sulit untuk beranjak dan melupakan begitu saja cita rasa kelezatan yang khas dari barongko.
Selain itu, meskipun terlihat sederhana dan mudah cara membuatnya, namun kue barongko mempunyai nilai filosofis yang tinggi.
Menurut sebagian besar masyarakat Bugis, barongko pisang tidak hanya dikerjakan dengan tangan-tangan terampil dan berpengalaman tetapi juga dibuat dengan hati.
Hal ini sejalan dengan nilai filosofi tinggi yang terkandung di dalamnya.