Para jemaah dan murid-murid Habib Husein pun bersepakat agar guru mereka itu dimakamkan di tempatnya berdakwah.
Sejak saat itu, masjid yang semula bernama Annur pun diganti menjadi Masjid Keramat Luar Batang dan sang ulama digelari Habib Luar Batang atau Habib Keramat.
BACA JUGA: Bank Indonesia Jamin Utang Luar Negeri Aman dan Terkendali
BACA JUGA: Aristoteles, Penemu Ilmu Mantik, Guru dari Alexander Agung
Saat itu lokasi masjid di dalam peta-peta kolonial abad 18-19 ditandai dengan tulisan heiling graf atau masjid keramat.
Menurut penutur kisah sejarah Jakarta tempo dulu Alwi Shahab, di dalam bukunya Saudagar Baghdad dari Betawi, Kampung Luar Batang sesungguhnya telah ada sejak sekitar 1623, atau beberapa tahun dari berdirinya Batavia sebagai pengganti nama Jayakarta.
Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen mendirikan Batavia pada 1619 lampau sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda yang berada dekat Pelabuhan Sunda Kelapa.
Luar Batang, disebutkan mendiang Abah Alwi yang pernah menjadi jurnalis senior harian Republika, merupakan persinggahan sementara para awak dan tukang pribumi yang kapalnya akan masuk ke Pelabuhan Sunda Kelapa.
BACA JUGA:Pecat Dirut RSUD M. Yunus, Gubernur Bengkulu Berpotensi Digugat ke PHI
BACA JUGA:April 2024, Ini Pendapatan Yang Bakal Diperoleh ASN
Saat itu Belanda tidak mengizinkan perahu-perahu pribumi masuk dan keluar pelabuhan pada malam hari.
Di samping itu, perahu-perahu pribumi harus melewati pos pemeriksaan yang letaknya di mulut alur pelabuhan.
"Di tempat itu pula diletakkan batang kayu besar melintangi sungai semacam pintu untuk menghadang perahu-perahu sebelum diproses," tulis Abah Alwi di dalam bukunya.
Perahu-perahu pribumi itu harus menunggu di luar batang (groote boom) itu selama berhari-hari untuk mendapatkan izin masuk Pelabuhan Sunda Kelapa dengan membayar sejumlah uang.
BACA JUGA:Tahun Ini, Pemprov Bengkulu Buka Seleksi 500 Formasi CPNS dan PPPK
BACA JUGA: Soal Libur Lebaran dan Jadwal Belajar, Ini Kata Korwil Pendidikan Ketahun