RADARUTARA.BACAKORAN.CO- ‘Citarum, the world dirtiest river’, demikian disebutkan di media asing Herald Tribune, pada 5 Desember 2008.
Dalam tulisan itu pula dilukiskan keadaan Sungai Citarum, sungai terpanjang (300 km) di Jawa Barat, yang membentang dari lereng Gunung Wayang, di tenggara Kota Bandung, dan bermuara di Ujung Karawang.
Label buruk Citarum menggugah pemerintah pusat dan daerah bersama para relawan, untuk bertindak.
Lahirlah satu gerakan yang disebut gerakan ‘Citarum Bersih, Sehat, Indah dan Lentari (Bestari)’ di tahun 2013. Selanjutnya pada Februari 2018, program baru digulirkan, yakni program Citarum Harum.
BACA JUGA:3 Cara Menyongsong Ramadhan 1445 Hijriyah
BACA JUGA: Jika Ingin Mengunjungi Thailand, WNI Wajib Punya Uang Rp6.5 Juta
Kedua program itu intinya mirip dengan program Citarum Bergetar—singkatan dari bersih, geulis dan lestari--yang bergulir di 2001.
Program itu mencakup kebijakan dan hukum, pengendalian pemulihan konservasi, dan pemberdayaan masyarakat. Mereka berkolaborasi, bergerak bersama menyingkirkan sampah-sampah yang memenuhi aliran sungai.
Dari mulai sisi hulu di Situ Cisanti, Kabupaten Bandung, sampai hilir.
Pada saat yang sama, kesadaran masyarakat di sepanjang bantaran sungai juga terus dibangun agar tidak membuang sampah secara sembarang.
BACA JUGA: Bapanas dan Bulog Siap Salurkan lagi Beras SPHP untuk Masyarakat
BACA JUGA:Menakar Rilis Kurs Rupiah Terbaru Vs Ekonomi Global di Sektor Manufaktur
Pabrik-pabrik yang terhubung dengan sungai pun diwanti-wanti agar tidak menuangkan limbah berbahaya ke Citarum.
Untuk menguatkan giat bersih-bersih sungai, Perpres nomor 15 tahun 2018 pun diterbitkan. Beleid ini melahirkan Tim Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, yang selanjutnya disebut Tim DAS Citarum.
Hasilnya pun telah terasa. Pada 2023, Sungai Citarum berhasil meraih indeks 51 poin. Kendati belum sampai pada batas aman baku mutu air, upaya itu mampu menjauhkan stigma Citarum dari “the world dirtiest river”.