BACA JUGA:Sikapi Status Jalan Harus Serius. Ini Dampaknya...
"Kondisi cuaca dan faktor teknis, menyebabkan tanam tak serentak. Tapi upaya daerah tidak kurang-kurang, untuk memastikan tidak terjadi lahan bongkor. Disikapi dengan dukungan bibit gratis palawija," ujarnya.
Dalam Perda LP2B, wilayah hasil pemekaran Kecamatan Putri Hijau itu, memiliki sawah sekitaran 250-an hektar.
Begitu juga di wilayah lain. Sebut saja Kecamatan Arma Jaya. Sawah yang berada di kawasan ini, menempati posisi kedua terluas : 400-an hektar.
Disebutkan Juita, kawasan ini diperkirakan paling lambat bulan Maret mulai turun sawah. Pasalnya, selain dihadapkan dengan musim pengering serta kerja perbaikan jaringan irigasi primer dan sekunder tahun lalu.
BACA JUGA: Gerak Cepat Usut Rekayasa PDSS, 2 Petinggi SMA 5 Dinonaktifkan
BACA JUGA: DPMD Ambil Alih Penertiban Tapal Batas Desa di Mukomuko
"Diperkiran Maret, mulai turun sawah. Irigasi juga saat ini sudah mulai difungsikan kembali," ungkapnya.
Kabupaten yang memiliki sawah dengan luas nyaris 4 ribu hektar, berdasarkan Perda LP2B, memiliki pekerjaan rumah soal kuantitas produksi pangan.
Produksi beras yang dihasilkan, praktis tak pernah mampu mengakomodir kebutuhan lokal.
Intensifikasi pertanian di tengah hadapan praktik alih fungsi kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, pertumbuhan penduduk, perlu dijawab langkah konkret.
BACA JUGA: 8 Warga Marga Bakti Dilaporkan Terjangkit DBD. Begini Kondisinya...
BACA JUGA:Menakar Rilis Kurs Rupiah Terbaru Vs Ekonomi Global di Sektor Manufaktur
Penyusutan lahan secara nyata, dapat ditilik dalam luasan sawah yang diterang dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan Perda LP2B yang dikebut dan disahkan dalam tempo kurang dari sebulan itu.
Juita menjelaskan, adanya pandemi iklim ekstrem juga berimbas pada musim panen. Pasalnya, musim tanam pun tak serentak.
"Persoalan cuaca pasca el nino ke la nina, memang memberikan dampak tidak hanya daerah ini saja. Tapi banyak wilayah di Indonesia," ucapnya.