"Ini menandakan, bagaimana pentingnya sistem pengawasan dalam penyelenggaraan serapan anggaran yang notabene menggunakan anggaran negara yang wajib dipertanggungjawabkan secara baik kepada pemerintah serta kepada rakyat.
Diketahui pula, belanja daerah tahun lalu mencapai Rp 1,3 triliun. Nyaris separuhnya, digelayuti oleh belanja pegawai dengan realisasi Rp 444,3 miliar.
Praktis, pos anggaran ini masih memunculkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa). Dalam perencanaan, pos belanja pegawai ini diploting Rp 505,5 miliar.
BACA JUGA:Jangan Takut! Ternyata Ada 7 Manfaat Minum Air Es yang Jarang Diketahui Bagi Tubuh
BACA JUGA:Tebar Bansos Pangan Sedot 360 Ton Beras
Selanjutnya, belanja barang dan jasa terpantau overlap, menjadi 341,33 miliar dari rencana awal Rp 319,93 miliar.
Hal yang sama terjadi pada belanja modal. Daerah juga terpantau turut melakukan pengadaan mobnas.
Belanja modal dari rencana awal sebesar Rp 207,71 miliar, berujung degan realiasai Rp 254,63 miliar.
Belanja lainya juga meningkat. Pos anggaran yang terdiri dari obyek hibah, bansos, Belanja Tak Terduga (BTT).
BACA JUGA: Pemilu Boleh Berbeda Warna Tapi Jangan Ada Perpecahan. Ini Tugas RT dan RW..
BACA JUGA:Sistem Merit Rendah, Ini Langkah Pemprov Bengkulu
Selanjutnya, belanja bagi hasil serta bantuan keuangan seperti Alokasi Dana Desa (ADD) itu, memiliki angka perencanaan sebesar Rp 282,6 miliar, menjadi sebesar Rp 307,2 miliar.
Untuk diketahui, BTT yang dialokasikan awal sebesar Rp 10 miliar, terserap Rp 320 juta. Slot belanja lainnya yang paling tertinggi ditempati hibah.
Dari rencana awal Rp 17,4 miliar menjadi Rp 42,5 miliar atau 244 persen.
Terdapat Silpa atas anggaran yang tak terserap mencapai Rp 124,6 miliar. APBD ditutup dengan defisit Rp 15,78 miliar. (*)