Lirik Pasar Nontradisional, Kiat Genjot Kinerja Ekspor

Senin 08 Jan 2024 - 20:59 WIB
Reporter : Dodi Haryanto
Editor : Ependi

Di tengah ketidakpastian global, tensi geopolitik di kawasan Eropa dan Timur Tengah yang masih menghangat, Indonesia tetap berhasil mempertahankan surplus pada neraca perdagangannya. Indikator itu tergambarkan dari neraca perdagangan Indonesia yang masih mencatat surplus neraca perdagangan yang mencatatkan rekor selama 42 bulan berturut-turut atau sejak Mei 2020.

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia surplus USD3,48 miliar pada Oktober 2023. Surplus ditopang oleh ekspor yang tinggi yakni USD22,15 miliar, sedangkan impor USD18,67 miliar.

 

Adapun, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2023 mencapai USD214,41 miliar, sementara ekspor nonmigas mencapai USD201,25. Meski mencatatkan rekor surplus selama 42 bulan berturut-turut, capaian tersebut tentunya tetap perlu disikapi dengan kewaspadaan dan inovasi dengan memperhatikan kondisi perekonomian global saat ini.

 

Berbagai kebijakan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang perlu ditetapkan oleh semua pemangku kepentingan di sektor itu, baik Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) dan pelaku ekspornya sehingga keberlangsungan ekspor tetap terjaga.

 

Salah satu kebijakan Ditjen PEN dalam menjaga kinerja ekspor ialah dengan memperluas mitra dagang ke pasar nontradisional. Salah satu kiatnya lebih aktif untuk ikut berpartisipasi di sejumlah pameran internasional di pasar-pasar nontradisional.

 

Salah satu kiat itu bisa ditiru, seperti berpartisipasi di International Coffee and Chocolate Exhibition (ICCE) di Riyadh, Arab Saudi. Di pameran itu, seperti disampaikan Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Indonesia berhasil membukukan transaksi sebesar USD8,45 juta atau lebih dari Rp132,16 miliar. 

BACA JUGA: Ekonomi Hijau Buka 15,3 Juta Lapangan Kerja Baru

Pameran ini berlangsung pada 5—9 Desember 2023 di  Riyadh  International  Convention  & Exhibition  Center  (RICEC),  Riyadh,  Arab  Saudi.  Partisipasi  Indonesia  pada  ICCE  merupakan  hasil kerja sama antara Ditjen Pengembangan Ekspor Nasional dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh dalam hal ini Atase Perdagangan di Riyadh.

 

Berkaitan dengan itu, Atase  Perdagangan  KBRI  Riyadh  Gunawan  mengungkapkan,  kopi  dan  cokelat  asal  Indonesia banyak  menarik  minat  pembeli (buyer) pada  ICCE.

 

“Perusahaan kopi dan cokelat asal Indonesia berhasil  membukukan  transaksi  sebesar  USD8,45  juta  atau  lebih  dari  Rp132,16  miliar.  Hal ini menunjukkan kopi dan cokelat Indonesia diminati pasar mancanegara,” kata Gunawan.

 

Gunawan menjelaskan, keikutsertaan  Indonesia  dalam  ICCE  ini  dapat  mempromosikan  kopi  dan cokelat    Indonesia    ke    dunia. “ICCE  merupakan  tempat  untuk  bertukar  pengalaman, mempresentasikan   produk   baru,   seminar   kopi   dan   cokelat,   membuka   pengetahuan   baru, mempromosikan  merek,  meningkatkan  peluang  penjualan,  dan  mengadakan  kompetisi  selama pameran,” tambahnya.

 

Berkaitan dengan kinerja ekspor nonmigas, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Didi Sumedi menjelaskan, perekonomian global kini mengalami pelambatan. Indikator itu tergambarkan dari prediksi International Monetary Fund (IMF) dan beberapa institusi global lainnya yang menyebutkan pertumbuhan dunia tahun ini hanya 3 persen.

 

Pada 2024, juga diperkirakan masih terjadi moderasi lagi kalau tidak ada perbaikan dari berbagai hal, kemungkinan pertumbuhan ekonomi dunia akan menjadi 2,9 persen. “Harapannya, jangan sampai pertumbuhan ekonomi melambat lagi. Bila itu terjadi tentu akan berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan perdagangan,” ujarnya.

 

Didi Sumadi menambahkan, sepanjang tahun ini kinerja ekspor nonmigas Indonesia masih belum begitu cerah. Ini sejalan dengan kondisi perdagangan dunia yang sedang terjadi pelambatan.

 

“Perdagangan itu hampir selalu linier. Jadi memang banyak faktornya, mulai dari pasca-Covid-19, perang dagang Amerika dan Tiongkok, masalah konflik Rusia dan Ukraina, perubahan iklim dan beberapa hal lainnya,” tambah Didi.

BACA JUGA:Jurus Jitu agar Industri Keramik semakin Kinclong

Dalam rangka mensiasati kondisi perekonomian global masih tidak menentu, Didi Sumadi mengakui, tantangan kinerja ekspor Indonesia memang lumayan berat. Ada beberapa langkah strategis yang dapat diambil untuk menjaga ekspor di tengah situasi global yang sulit saat ini yang dilakukan pemerintah antara lain diversifikasi pasar ekspor.

 

Indonesia, jelasnya, perlu terus berupaya untuk mendorong semakin beragamnya pasar tujuan ekspor Indonesia, termasuk melalui kegiatan promosi dan inisiasi berbagai kerja sama, baik dalam skala bilateral maupun regional.

 

Selain itu, pemerintah juga akan terus berupaya untuk menjaga kinerja ekspor di pasar-pasar tradisional seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan India. Langkah yang kedua adalah peningkatan daya saing produk.

 

Kemendag akan terus meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk ekspor melalui berbagai program di antaranya dengan meningkatkan keberterimaan produk melalui pemenuhan standar negara tujuan ekspor.

 

Selain itu, strategi dengan menggandeng dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk semakin menguatkan sinergi guna meningkatkan akses ke pasar ekspor dan menginisiasi berbagai kesepakatan perdagangan dengan mitra dagang.

 

Tidak lupa juga, Indonesia perlu memperluas kinerja perdagangannya dengan menggenjot perdagangan, terutama ke negara tujuan ekspor nontradisional sebagai bagian strategi untuk diversifikasi pasar ekspor.

 

“Masalah sumber daya manusia juga penting. Pemerintah perlu meningkatkan daya saing sumber daya manusia di bidang ekspor selain juga optimalisasi pemanfaatan teknologi,” ujarnya. (*)

 

Sumber : Indonesia.go.id

Kategori :