Hasilnya, perangkat desa sepakat menerbitkan peraturan bagi masyarakat desa maupun luar desa yang melarang perburuan atau merusak habitat banteng kalimantan di dalam kawasan hutan Belantikan Hulu. Bagi siapa saja yang melanggar aturan desa tersebut akan mendapatkan sanksi berupa denda.
Perlindungan terhadap banteng, baik subspesies banteng Jawa dan banteng kalimantan juga telah dilakukan pemerintah melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018.
Dalam beleid hukum tersebut, terpampang jelas bahwa pemerintah memberikan perlindungan penuh kepada keanekaragaman hayati termasuk banteng dari ancaman kepunahan.
Sebelumnya, melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) no.180/IV-KKH/2015 disebutkan bahwa banteng merupakan satu di antara 25 satwa prioritas yang harus dilindungi.
BACA JUGA: Harimau di Air Sebayur, Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Minta Ini...
BACA JUGA:KABAR Duka! Personil Polhut Penyelia Seksi Konservasi Wilayah I Meninggal saat Patroli
Jauh sebelum itu, Pemerintah Kolonial Belanda sejak 1931 juga telah memasukkan banteng sebagai satwa dilindungi.
Upaya serupa juga dilakukan pemerintah dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAE dimana terdapat ratusan keanekaragaman hayati didaftarkan sebagai flora dan fauna yang wajib dilindungi termasuk banteng Jawa dan banteng kalimantan.
Salah satu ketentuan dalam UU 5/1990 tersebut adalah larangan berburu, membunuh, atau mengawetkan dan memperdagangkan satwa liar yang dilindungi, baik dalam kondisi hidup atau mati. Jika melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi penjara 5 tahun dan denda Rp1 miliar.
Oleh sebab itu, menjaga kelestarian satwa liar yang hidup di alam Indonesia menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama. Agar keberadaannya bisa tetap dipertahankan sebagai plasma nuftah Indonesia.
Sumber : Indonesia.go.id