BACA JUGA:Kapal Tradisional Asli Indonesia Warisan Nenek Moyang
"Meski trem listrik di Jakarta sudah tidak digunakan lagi, rel trem tersebut tidak pernah dihapus dan dihilangkan, tetapi dibenamkan di bawah jalan," jelas Junus saat menghadiri Pameran "Jakarta dari Bawah Tanah" di Bentara Budaya Jakarta.
Pada 1881, akibat banyak kuda penarik trem yang mati serta kotorannya bertebaran di jalanan, keberadaan trem kuda digantikan trem uap.
Kereta tidak lagi ditarik kuda, melainkan lokomotif yang dijalankan dengan ketel uap. Rutenya pun lebih panjang, yakni dari Pasar Ikan sampai Jatinegara. Jalur trem bercabang di kawasan Harmoni.
Selain ke arah Tanah Abang, jalur trem juga menjalar ke Jatinegara melintasi Pasar Baru-Gunung Sahari-Kramat-Salemba-Matraman. Lebih dari 30 tahun kemudian, seiring perkembangan teknologi, trem uap pun tergeser oleh trem listrik.
BACA JUGA:Benteng Terluas Sejagat Ada di Buton
BACA JUGA:5 Keraton di Luar Pulau Jawa yang Jarang Diketahui
Di bawah kendali Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM), trem di Batavia mengalami perubahan yang signifikan, terutama pada lintas-lintas warisan NITM dilakukan program elektrifikasi secara bertahap dari April 1933 hingga 1934.
Hasil dari elektrifikasi ini menjadikan waktu tempuh perjalanan dari Jakarta Kota ke Jatinegara menjadi 47 menit saja, memangkas waktu 10 menit.
BVM pun mengalami puncak kejayaan pada tahun 1934, di mana mengoperasikan 5 lintas trem listrik dengan total panjang lintasan 41 kilometer.
Lantas di era pendudukan Jepang, yakniperiode 1942-1945,perusahaanBVM diambil alih Jepang. Terjadi perombakan besar-besaran.
BACA JUGA:Ide Bung Karno pada Karya Arsitektur Bangunan Bersejarah Indonesia
BACA JUGA:Gedung Joang 45, Saksi Bisu Aksi Pemuda Pejuang Kemerdekaan
Seperti dihapuskannya sistem kelas, dipecatnya para pekerja BVM yang merupakan warga Belanda, dilakukannya periasan simbol-simbol Jepang pada badan trem, dan dibangunnya jalur ganda pada lintas Gunung Sahari sampai dengan Pal Putih.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, pada 13 Oktober 1945 terjadi pengambilalihan perusahaan Jakaruta Shiden ke pihak Indonesia, serta mengubah namanya menjadi Trem Djakarta Kota yang pada tahun 1957 dinasionalisasi menjadi Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD).
Kendati pun diambil alih, PPD hanya mengoperasikan trem tersebut sampai 1962 karena dianggap tidak cocok dengan tata ruang kota besar. Keberadaan trem di Jakarta digantikan oleh bus PPD, oplet, dan kereta api listrik (KRL) Jabodetabek yang mulai beroperasi pada 1979.