RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Indonesia yang merupakan negara dengan kekayaan alam melimpah dikenal sebagai salah satu penghasil kelapa terbesar di dunia.
Namun begitu, nyatanya produk hilir kelapa dari negara tetangga, seperti Filipina dan Thailand, masih mendominasi pasar internasional.
Lima tahun lalu, produk-produk olahan kelapa, seperti santan cair dan serbuk, yang kita temui di rak swalayan Eropa, memang seringkali berlabel “Made in Thailand”.
Namun kini, komoditas sejenis dari Indonesia pun mulai menghiasi toko-toko swalayan di Benua Biru itu.
BACA JUGA:Melihat Prospek Ekspor Kelapa Sawit Indonesia serta Tantangan dan Peluang Tahun 2025
BACA JUGA:Transformasi Sekam Padi dan Abu Kelapa Sawit, dari Limbah Jadi Emas Hijau
Apakah itu sudah cukup? Tentu tidak, bangsa ini harus bekerja keras untuk lebih banyak membuat produk derivative dari komoditas kelapa.
Apalagi, potensi besar kelapa tanah air belum dimanfaatkan secara maksimal.
Produk olahan kelapa asal Indonesia memang baru belakangan ini mendapatkan panggung di pasar global. Salah satu pemain lokal yang mulai masuk dalam kancah persaingan dunia adalah Kara, yang merupakan merek produk santan cair dari Sambu Group.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Suharso Monoarfa, salah satu faktor utama yang membuat Indonesia tertinggal dari Filipina adalah pemanfaatan kelapa yang belum optimal. "Kami kalah saing dari Filipina," ujarnya.
BACA JUGA:Industri Kelapa Indonesia, dari Kebun Rakyat hingga Pasar Dunia
BACA JUGA:Industri Minyak Kelapa di Indonesia: Potensi, Tantangan, dan Peluang Pasar Global
Pernyataan ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap kinerja industri kelapa dalam negeri yang sebagian besar dipandang masih bersifat konvensional.
Fakta menunjukkan, 99 persen dari perkebunan kelapa di Indonesia dikelola oleh petani perorangan.
Hal itu berbeda dengan Filipina, yang telah mampu mengoptimalkan pengolahan kelapa dengan menggunakan teknologi yang lebih maju.