Banner Dempo - kenedi

Konservasi dan Pariwisata, Mengapa Taman Nasional Komodo Butuh Istirahat?

Kawasan konservasi Taman Nasional Komodo -NET -

BACA JUGA:Generasi Z dan Judi Online, Tantangan di Era Bonus Demografi 2045

Kepala BTNK Hendrikus Rani Siga menyebut, dalam rentang Januari hingga Juni 2024 saja, kawasan TNK telah disinggahi oleh 129.621 wisatawan, terdiri dari 79.815 wisatawan mancanegara dan 49.806 wisatawan domestik.

Bulan Mei 2024 menjadi periode tertinggi tingkat kunjungan, yaitu mencapai 33.352 orang. Sedangkan kunjungan turis untuk menyaksikan langsung komodo di habitatnya terutama di Pulau Komodo mencapai 27.529 orang pada periode Januari sampai Juni 2024. Angka itu masih lebih rendah dibandingkan periode sama di 2023 yang menyentuh 102.362 orang.

Melihat situasi itu, pihak Hendrikus menerapkan sistem buka-tutup kunjungan wisatawan ke TNK pada 2025. Kebijakan ini dilakukan sebagai upaya pemulihan (recovery) terhadap ekosistem kawasan akibat terdampak oleh aktivitas wisata.

"Secara prinsip kawasan taman nasional butuh istirahat, butuh recovery, demikian juga sarana prasarana butuh jeda untuk dibersihkan, dirawat, dipelihara dan untuk daratan paling tidak mengurangi potensi kerusakan," kata Hendrikus seperti dikutip dari Antara. 

BACA JUGA:Dari Jakarta ke Penajam, Konsep Cerdas Ibu Kota Negara Sebagai Filosofi Penajaman Karakter Kenegarawanan

BACA JUGA:Bendungan Sepaku Semoi, Jadi Sumber Air Utama IKN

Hendrikus mencontohkan, kawasan perairan TNK mengalami tekanan akibat aktivitas wisata. Sebab, dalam sehari, ada sekitar 100-200 kapal wisata berlayar masuk ke kawasan TNK. Keberadaan mereka dapat menimbulkan kerusakan pada ekosistem bawah laut seperti terumbu karang. Ini terjadi akibat banyak kapal wisata membuang jangkar tidak pada lokasi yang ditentukan.

Selain itu tingginya kegiatan penyelaman, snorkeling, dan tak sedikit kapal wisata dan wisatawan membuang limbah dan sampah ke laut. Derasnya tingkat kunjungan ke TNK turut disumbang oleh adanya penerbangan langsung internasional ke Labuan Bajo serta makin populernya peminat wisata alam. "Dengan buka-tutup kawasan ini bisa mengurangi dampak aktivitas wisata," tegas Hendrikus.

Keputusan untuk melakukan sistem buka-tutup didahului dengan sebuah kajian melibatkan Pusat Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) yang didukung oleh Badan Pengelola Otoritas Labuan Bajo Flores (BPOLBF). Hasil kajian menjadi acuan bagi kebijakan buka-tutup tersebut. Ia berpendapat, bahwa sistem buka-tutup sebaiknya dilakukan satu hari dalam sepekan. 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno tidak mempermasalahkan penerapan sistem buka-tutup. Karena tak akan berpengaruh terhadap tingkat kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik. Sebaliknya, penutupan sementara itu justru memberikan peluang bagi desa-desa wisata di sekitar TNK sebagai destinasi alternatif wisatawan.

BACA JUGA:Aturan Baru Pengendalian Zat Adiktif: Rokok Eceran dan Iklan Dibatasi

BACA JUGA:Menjaga Momentum Jasa Konstruksi yang Berdaya Saing

Ia menekankan pentingnya menjaga dan mengelola desa wisata secara baik agar tetap menarik dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan wisatawan yang berkunjung.

"Target kita memang memastikan carrying capacity atau daya tampung dari pada Taman Nasional Komodo yang sebesar 250 ribu ini tidak terlampaui," kata Menparekraf.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan