Jejak Sejarah Perabadan Masa Lampau di Kawasan Kauman Semarang
Bekas alun-alun Semarang yang telah berubah wujud menjadi New Metro Hotel. -IndonesiaGOID/Intan Deviana-
BACA JUGA:Kementerian Investasi - Kemendagri Perpanjang Kerja Sama Akses Pemanfaatan Data Kependudukan
Demi memberi pelayanan terbaik, pihak hotel tak lupa menyediakan layanan transportasi dari dan menuju hotel.
Setidaknya ada 80 ekor kuda dengan 50 gerbong kereta kuda, serta 12 mobil yang siap mengantar jemput tamu dan bisa disewa tamu untuk bepergian.
Hotel Du Pavillon benar-benar menjadi salah satu hotel termewah di Semarang pada awal abad 20.
Seribu sayang, meski sekarang status bangunan Du Pavillon yang berubah nama menjadi Hotel Dibya Puri adalah cagar budaya yang harus dikonservasi berdasarkan UU No 11 Tahun 2009, kondisi gedung yang sebenarnya tampak terbengkalai.
BACA JUGA:Uang Beredar Tumbuh Lebih Tinggi pada Maret 2024
BACA JUGA:Maju Pilgub, Eks Bupati dan Bupati BS Daftar ke PDI Perjuangan
Kerusakan terlihat di banyak sudut, seperti atap yang rubuh, lantai bangunan yang miring, ruang kamar sangat lembab dan kotor, warna dinding bangunan yang kusam, taman yang ditumbuhi rumput liar, dan kerusakan lain.
Kini, hanya halaman hotel saja yang dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan parkir kendaraan mereka.
Alun-alun Semarang dan Masjid Agung Kauman
Jelang akhir walking tour kami sore itu, dari Hotel Dibya Puri kami beralih menuju bekas kawasan alun-alun Semarang sebelum tiba di destinasi akhir tur.
BACA JUGA:Aksi Serentak Perangi Demam Berdarah Dengan PSN
BACA JUGA:Dirajut Ibu Negara di Bengkulu, Ditargetkan Berkibar di IKN
Masih banyak yang mengira bahwa lapangan Simpang Lima merupakan alun-alun kota Semarang.
Hal tersebut tentu salah kaprah karena lokasi alun-alun Semarang yang sesungguhnya berada di Jl KH Agus Salim yang kini telah beralih fungsi menjadi kawasan perkantoran dan hotel.