Memperkuat Komitmen Energi Hijau
Sebagai komitmen menujubtransisi energi hijau, pemerintah jadikan kelapa sawit dijadikan pilar utama pendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon. -ANTARA FOTO-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Urusan energi hijau, komitmen Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Dalam pidatonya di Indonesia-Brazil Business Forum di Rio de Janeiro pada 17 November 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan langkah strategis untuk menerapkan kebijakan biodiesel B50 pada 2025. Kebijakan ini merupakan percepatan dari B35 yang telah berjalan sejak 2023.
Awalnya pemerintah berencana menerapkan B40 pada 1 Januari 2025, sebagai tahap transisi menuju B50. Dengan B50, setengah dari bahan bakar diesel di Indonesia akan berasal dari biodiesel berbasis kelapa sawit. Namun Presiden Prabowo yang dilantik 20 Oktober 2024 meminta langsung ke B50.
Kebijakan B50 ini tidak hanya bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, melainkan juga menciptakan dampak ekonomi yang signifikan. Hal ini sejalan dengan Astacita program kedua dan kelima dari pemerintahan Presiden Prabowo. Komitmen itu menekankan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri, keberlanjutan energi, dan transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Penerapan B50 berarti 50 persen bahan bakar diesel akan berasal dari biodiesel. Adalah kelapa sawit sebagai basis utamanya. Pilihan ini mencerminkan tekad Indonesia mengurangi ketergantungan pada energi fosil sekaligus mendukung keberlanjutan energi. “Langkah ini sejalan dengan visi kami untuk meningkatkan hilirisasi dan menciptakan nilai tambah dalam negeri, serta mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon,” ujar Presiden Prabowo.
BACA JUGA:komitmen Indonesia Menuju Masa Depan Energi Hijau
BACA JUGA:Percepat Transformasi Energi Bersih dengan Pendanaan Hijau
Ekonomi Rendah Karbon
Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sektor energi menyumbang 34 persen emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia.
Melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) 2022, Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri atau 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Salah satu langkah strategisnya adalah meningkatkan kontribusi biofuel berbasis kelapa sawit. Dengan biodiesel B50, emisi karbon diharapkan turun signifikan. Dibandingkan bahan bakar fosil, biodiesel berbasis kelapa sawit mampu mengurangi emisi karbon hingga 70 persen, dengan potensi penurunan sebesar 25 juta ton setara karbon dioksida (CO₂e) pada 2025.
Tidak hanya berdampak ekologis, kebijakan ini juga membawa manfaat ekonomi besar. Pada 2023, program biodiesel menyerap sekitar 40 persen dari produksi kelapa sawit nasional, menghasilkan nilai tambah hingga Rp79,1 triliun. Dengan implementasi B50, nilai ini diperkirakan meningkat menjadi Rp90 triliun, sekaligus menciptakan 500.000 lapangan kerja baru di sektor pengolahan dan distribusi.
BACA JUGA:Pertamina Perkuat Bisnis Rendah Karbon, Dukung Transisi Energi Menuju NZE 2060
BACA JUGA:Langkah Indonesia Menuju Energi Terbarukan
Sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif untuk mengembangkan biodiesel.
Produksi kelapa sawit mencapai 51,3 juta ton pada 2023, dengan sebagian besar dialokasikan untuk mendukung program mandatori biodiesel.