Agendakan Rapat TAPD-Banggar Bahas Evaluasi Gubernur
Ketua Komisi 3 DPRD, Edy Putra, SIP-Radar Utara/Benny Siswanto-
Untuk ketua BPD, Tunjangannya saat ini sebesar Rp 1.500.000 perbulannya, Wakil Ketua 1.050.000. Sedangkan Sekretaris tunjangannya sebesar Rp 900.000, anggota sebesar Rp 750.000. Yang dimaksud tunjangan adalah pendapatan yang diterima oleh BPD setiap bulannya.
Kabar ketimpangan pendapatan ini, menjadi fokus pemerintah daerah yang kemudian dibahas pada tingkat TAPD dan berlanjut ke pembahasan dan disetujui dewan.
BACA JUGA:Komitmen Membangun Daerah Bersama Eksekutif, DPRD BU Lanjutkan Pembahasan Raperda
Mencermati jomplang pendapatan yang terjadi, diperkirakan akan ada lebih dari 700-an anggota BPD yang terimbas, atas kenaikan tunjangan senilai Rp 100.000 hingga 150.000 itu nantinya diberlakukan tahun 2025.
Di sektor eksekutif, peningkatan tunjangan perangkat desa juga menjadi rencana daerah untuk diterap tahun depan. Itu artinya, ada 2.164 perangkat yang akan terimbas atas asumsi kenaikan yang akan dilakukan tahun depan itu senilai Rp 50.000 hingga Rp 70.000 ketika diberlakukan nantinya.
Anatomi R-APBD 2025
Postur APBD tahun depan pun memiliki anatomi asumsi belanja dengan jurang defisit alias kekurangan anggarannya tembus Rp 32 miliar.
Dijelaskan dalam R-ABPD, pendapatan asli daerah diasumsikan sebesar Rp 1.308,9 miliar atau Rp 1,3 triliun lebih. Pendapatan transfer asumsinya Rp 1.187,8 miliar serta lain-lain pendapatan daerah yang sah angkanya Rp 9,2 miliar.
BACA JUGA:Raperda Tentang Disabilitas Segera Disahkan
Belanja daerah tahun depan di angka Rp 1.341,4 miliar yang pastinya didominasi oleh belanja operasional sebesar Rp 938,5 miliar.
Pula direncanakan belanja modal sebesar Rp 133,9 miliar, ada juga belanja transfer di angka Rp 264 miliar. Sedangkan Belanja Tidak Terduga (BTT) angkanya diploting 1/5 dari tahun sebelumnya menjadi Rp 5 miliar. BTT tahun 2024 di daerah ini di angka Rp 30 miliar.
Dikomparasikan, anggaran tahun depan mengalami penurunan. Besaran TKD 2024 angkanya Rp 1.224,1 miliar. Sedangkan tahun 2025 menjadi Rp 1.200,9 miliar, maka terjadi margin negatif di angka Rp 23,1 miliar.
Skenario pembiayaan netto daerah dilakukan dengan menggunakan hitungan adanya Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (Silpa) tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp 35 miliar, menjadi opsi menampal jurang defisit anggaran yang terjadi.