Menembus Lorong Waktu Desa Adat Bena Flores
Kampung Bena dikenal sebagai kawasan yang masih menyisakan budaya zaman purba dan Ketika mengunjunginya kita bagaikan sedang menembus lorong waktu. -ANTARANEWS-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Kabut tebal di pagi hari membawa hawa dingin menusuk tulang tak menghalangi keceriaan anak-anak Bena bermain di pekarangan rumah mereka.
Suara tawa renyah dan teriakan-teriakan gembira memenuhi ruang udara kawasan adat yang berada di ketinggian 2.245 meter di atas permukaan laut tersebut.
Bena, demikian nama kawasan yang berada di Pulau Flors tepatnya di Desa Tiworiwu, Kecamatan Jerebu'u, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Jika dilihat dari udara, komplek rumah-rumah di perkampungan adat Bena yang tersusun rapi memanjang seolah mirip sebuah kapal di ujung tebing
Letaknya dikelilingi oleh dataran tinggi berhutan bambu dan beringin yang menghijau sepanjang masa. Gunung Inerie yang tampak berdiri kokoh menyerupai bentuk piramida di kejauhan menjadi puncak tertinggi dan seolah menjaga keberadaan Bena.
BACA JUGA:Mengenal Lebih Jauh Dunia Aksara Kuno
BACA JUGA:Warisan Kemegahan Kesultanan di Kalimantan Timur
Pada sebelah timur ada Bukit Wolo Ra dan bagian selatannya kita dapat menyaksikan indahnya pantai Pulau Flores. Tepat di utara Bena ada Bukit Manulalu yang banyak dibangun vila dan jika malam hari memantulkan lampu mirip kunang-kunang.
Bena telah ada sejak 12 abad silam dan dijuluki sebagai kampung para dewa. Tata letak permukiman di kampung ini memiliki makna dan filosofi tersendiri.
Pintu masuk ke perkampungan ini mnghadap ke Gunung Inerie. Rumah-rumah di Bena yang jumlahnya sekitar 45 unit membentuk kawasan menyerupai bentuk huruf U.
Bangunan rumah penduduknya terbuat dari kayu dan atapnya yang bermodel tinggi ditutupi oleh bahan dari alang-alang yang dianyam dan dikenal sebagai keri dan mampu bertahan hingga 30 tahun.
BACA JUGA:Menjaga Tradisi Budaya Suku Dayak Tomun
BACA JUGA:Kapal Tradisional Asli Indonesia Warisan Nenek Moyang
Seluruh material bangunan harus diambil dari lingkungan sekitar dan pantang mengambilnya dari luar. Rumah dibangun dengan tetap mempertahankan kontur asli tanahnya yaitu didirikan di atas tumpukan batu-batu alam yang tingginya bisa mencapai tubuh orang dewasa bahkan hingga 3 meter.
Itulah sebabnya bentuk perkampungan Bena menyerupai kawasan berundak-undak. Perkampungannya dihuni oleh 57 kepala keluarga atau sekitar 368 jiwa.