Gili Iyang, Pemilik Oksigen Terbaik di Dunia

Sabtu 21 Sep 2024 - 19:59 WIB
Reporter : redaksi
Editor : Ependi

Rutenya tepat menyusuri jalan di samping lahan “Titik Oksigen” dengan kontur lahan kering khas tanah grumusol yang terbentuk dari batuan induk kapur dan tuffa vulkanik berwarna kelabu dan cenderung sedikit hitam.

BACA JUGA:Festival Budaya dalam Karisma Event Nusantara Agustus 2024

BACA JUGA:Destinasi Wisata Saksi Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Batu Cangga atau dalam bahasa setempat artinya batu yang menyangga tebing merupakan objek wisata alam berbentuk rongga mirip lorong yang terbentuk secara alami kemudian disangga oleh beberapa batu karang mirip seperti pilar-pilar besar pada bangunan rumah.

Perlu sedikit perjuangan untuk sampai di Batu Cangga karena kita harus melewati titian tangga dari bambu yang bila tidak hati-hati maka akan terperosok ke bawah tebing dan tercebur ke birunya air laut.

Saat berdiri di Batu Cangga ini, telinga kita akan mendengar dengan jelas deburan ombak menghantam tepian tebing di bawah kaki kita diiringi terpaan angin kencang. Sejauh mata memandang hanya air laut yang terlihat.

Tak hanya Batu Cangga, karena masih terdapat objek wisata lainnya seperti Gua Mahakarya atau dikenal juga sebagai Gua Celeng. Menurut pemandu wisata lokal yang bernama Ali, gua ini ditemukan pada 2014 dan menjadi satu di antara 10 gua yang terdapat di Gili Iyang, yaitu tujuh gua berada di Desa Banraas dan tiga lainnya di Desa Bancamara.

BACA JUGA:Destinasi Wisata yang Lahir Dari Cerita Legenda di Nusantara

BACA JUGA:Mengenal Seven Summit yang Ada di Indonesia

Menurut Ali, kehadiran gua-gua sebanyak itu ikut menyumbang makin bagusnya kualitas udara dan pasokan oksigen karena di deposit oksigen banyak tersimpan di dalam gua dan akan keluar pada malam hari.

Gua Mahakarya semula merupakan tempat persembunyian hewan celeng atau babi hutan. Kemudian oleh warga setempat dibangun pagar bambu tepat di mulut gua agar hewan liar tersebut tidak lagi masuk.

Untuk memasuki mulut gua kita harus merunduk karena tingginya kurang dari satu meter dengan panjang lorong sekitar lima meter. Punggung dan kepala lumayan pegal-pegal karena harus merunduk selama beberapa menit.

Namun semua itu terbayarkan ketika memasuki ruang pertamanya karena melihat keunikan stalagtit, bebatuan yang tumbuh dari langit-langit gua yang masih meneteskan air serta stalagmit.

BACA JUGA:Para Wisatawan Wajib Berkunjung Ke Air Terjun Lemo Nakai, Nikmat Keindahan Alam Asri Yang Tiada Duanya

BACA JUGA:Museum Unik di Sekitar Danau Toba

Di salah satu sudut langit-langit ruang pertama ini terdapat lubang besar yang mengalirkan udara segar dan sinar mentari, mirip seperti sunroof pada mobil. Kehadiran lubang itu membantu ruangan menjadi lebih terang.

Kategori :