Misalnya puisi setiap bait harus 3 baris, kalau ada yang coba-coba menulisnya menjadi 4 atau 2 baris pasti puisi tersebut tidak layak untuk dimuat di Pesolek Press.
Bagaimana dengan cerpen? Ah, itu lebih mudah lagi alur pada cerpen harus konvensional dimulai dari pengenalan, muncul konflik, puncak konflik, dan penyelesaian. Dan yang lebih penting setiap cerpen harus dimulai dengan Pada Suatu Hari. Tanpa ada kata-kata itu, jangan pernah bermimpi cerpen Anda akan dimuat di Media Ini. Gampang kan?
BACA JUGA:ULAR BERWUJUD MANUSIA
BACA JUGA:JODOHMU ADALAH SIAPA DIRIMU
Di penerbitan Pesolek Press aku bekerja dengan senang-senang saja. Karena aku sudah tidak tahu cara untuk menjadi tahu. Sampai pada suatu hari aku tidak sengaja menemukan sebuah manuskrip yang sudah lusuh bertuliskan huruf-huruf kuno.
Bahasanya tidak aku kenali. Tetapi aku sempat melihat tulisan semacam ini pada sebuah azimat yang diberikan Kakek sebelum beliau berpulang. Selain itu, tulisan ini pun pernah aku lihat juga pada sebuah makam kuno yang kata orang-orang itu adalah makam pendiri Negeri ini.
Aku berusaha memecahkan misteri pada manuskrip itu. Sulit sekali. Setiap malam aku terus mempelajari manuskrip itu. Tetap saja tidak bisa aku pahami maksudnya.
Dan, yang anehnya ada huruf yang terlihat lebih tebal tertulis dalam manuskrip itu sama persis dengan huruf yang ada pada makam kuno dan tentu saja sama dengan azimat peninggalan Kakek. Sungguh aneh.
BACA JUGA:DEBAT ORANG-ORANG BISU
BACA JUGA:POHON JAMBU WARISAN SI MBAH
Menjelang bulan purnama, ada kabar bahwa Tuanku Yang Mulia telah berpulang karena penyakit aneh yang dideritanya. Tentu saja harus ada pengganti beliau. Diumumkan oleh pengawal istana bahwa Tuanku Yang Mulia telah berwasiat, “Pemimpin Negeri ini harus diteruskan oleh orang yang memiliki azimat dengan tulisan kuno. Tulisan yang juga terpahat pada makam pendiri Negeri ini dan termaktub juga dalam manuskrip”. Aku tersentak kaget.
Diakhir pengumuman itu juga disebutkan bahwa tulisan kuno itu bermakna “Kamu adalah anakku, Jadilah penerusku”.
Bandung, 24 Juli 2024
Biodata Penulis
HERI ISNAINI lahir di Subang, Jawa Barat, pada tanggal 17 Juni 1985. Heri sangat menyukai puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Pernah mengikuti acara “Temu Penyair Asia Tenggara 2018” di Padang Panjang, Sumatera Barat, mengikuti Festival Seni Multatuli 6-9 September 2018 di Rangkasbitung, Lebak, Banten.
Kegiatan sehari-harinya adalah Dosen Sastra IKIP Siliwangi Cimahi. Heri dapat dihubungi melalui surel heriisnaini1985@gmail.com atau nomor WA 085723051385.