RADARUTARA.BACAKORAN.CO- Soto betawi, siapa yang bisa menahan godaan kuliner yang satu ini. Potongan jeroan sapi dari usus, babat ataupun tulang mudah yang disiram dengan kuah santan gurih sungguh sangat menggoda.
Tapi taukah anda jauh sebelum daging sapi menguasai ibu kota masyarakat betawi punya teradisi menyantap daging kerbau tradisi yang kini telah pudar oleh zaman.
Mulai populer di era 70 an kuliner yang satu ini punya banyak budaya yang terangkum dalam semangkok soto betawi.
Beberapa catatan menyebut rempah dalam soto betawi dipengaruhi rasa dari india, sementara tulisan yang lain menyebut kedatangan entnis tinghoa la yang banyak berpengaruh dalam isian soto ini.
BACA JUGA:Bertamu Cari Kerja, Pemuda Ini Nekad Ca***i Anak Temannya....
BACA JUGA:Ini Dia, Deret Pengusaha Kopi Tersukses Di Indonesia, Memiliki Kekayaaan Mencapai RP.67 Miliar.
Penyebutan soto sendiri diyakini berasal dari nama makanan hokkian yaitu cau do, jao to, atau chau tu yang berarti jeroan berempah.
Salah seorang yang turut menggunakan atau mempopulerkan nama soto betawi ialah Lie Bowen Bo. Duluh ia memiliki usaha soto betawi dikawasan Taman Hiburan Rakyat (THR) Lokasari atau prinsen Park.
Sejak saat itu penjual soto betawi mulai bermunculan. Penyebutan soto betawi pun sangatlah sederhana dan mudah diingat.
Konon masyarakat dahulu yang tak mampu membeli daging sapi akhirnya menggati isian soto dengan jeroan. Memang menyantap daging adalah ke istimewaan yang hanya dilakukan oleh masyarakat betawi lampau pada momen tertentu.
BACA JUGA:Harus Coba ! Ternyata Garam Dapat Mengatasi Ketiak Hitam Lho. Ini Faktanya
Sebelum mengenal soto daging sapi, masyarakat betawi sebenarnya lebih akrab dengan daging kerbau. Dalam sebuah teradisi yang disebut andilan, seekor kerbau dipotong setelah dibeli dan dirawat secara gotong royong.
Teradisi yang sudah langkah ini duluh rutin diadakan menjelang hari raya idul fitri. Kerbau dipilih karena dekat dengan budaya betawi yang agraris.
Apalagi sebelum impor besar-besaran sapi india oleh pihak kolonial pada abad ke 19, populasi kerbau dipualu jawa tiga kali lipat dari pada sapi. Seiring dengan perkembangan zaman kerbau rawa dan persawahan mulai hilang dari jakarta, begitu juga dengan andilan.