Menjujug jabaran data umum dan deskripsi ekspor dan impor yang dirilis pemerintah, diketahui angka tertinggi ditempati ekspor Bahan bakar mineral. Nilainya mencapai 4.569.626.765,979 (USD), dengan berat 47.227.221.912,099 (kg).
Sedangkan dari nilai impor yang terjadi di angka 3.348.924.231,000 (USD) ddngan berat impor 5.707.858.788,000 (kg).
Posisi kedua, ditempati ekspor Besi dan baja dengan nilai 2.169.448.807,257 (USD) dengan berat 1.884.611.203,536 (kg). Sedangkan importasi yang terjadi nilainya 735.013.847,000 (USD) dengan bobot 928.910.596,000 (kg).
BACA JUGA:Disinyalir Prostitusi Terselubung, Beberapa Wanita Diusir Warga, Ditemukan Pula Kondom Berserakan
BACA JUGA:Tabrakan Keras Honda CB 150 R vs Yamaha X-Ride, Innalillahi Wainnailaihi Rojiun
Posisi ketiga ekspor, didukung oleh Lemak dan minyak hewani/nabati di angka 1.871.834.978,026 (USD)dengan berat 2.029.667.016,707 (USD). Sedangkan impor 15.862.403,000 (USD) dan berat impor 6.550.986,000 (kg).
Geliat sektor industri di dalam negeri, agaknya masih menunjukkan optimismenya. Pada periode itu, meski nilai ekspor Mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya nilainya 988.889.865,204 (USD) dengan berat ekspor 49.015.041,611(kg).
Berbalik situasi, segmen yang agaknya didominasi oleh sektor manufaktur ini, nilai impor yang tercatat di angka 2.140.423.222,000 (USD) dengan berat impor 110.720.847,000 (kg).
Lesu di sektor ekspor dan impor nampaknya bakal mewarnai grafis berikutnya yang belum dirilis pemerintah. Ini terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terus melemah.
BACA JUGA:Pantarlih Sudah Menyebar, Potret Pilkada Dalam 499 TPS
Dunia usaha sendiri sudah mulai mengkhawatirkan situasi ekonomi di tengah transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada Presiden terpilih hasil Pemilu 2024, Prabowo Subianto yang berpasangan dengan sulung rezim lama : Gibran Raka Buming Raka.
Pelemahan ekstrem rupiah terhadap dolar, kian membuat ketar-ketir dunia kerja. Kebijakan adaptif dunia kerja, memungkinkan terbukanya pengetatan fiskal yang merembet hingga ke Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK massal.
Peringatan situasi prediktif ini, sebagaimana baru-baru ini disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani.