"Pencegahan ini bisa seperti potensi kecelakaan lalulintas dan lainnya. Kehadiran polisi di tengah-tengah masyarakat, menjadi sangat penting," wejangnya kepada jajaran untuk menjaga iklim polisinal di daerah.
BACA JUGA:Tak Perlu Langsung ke Konter ! Ini Beberapa Tips Membersihkan Memori Internal Handphone
Pembiaran yang dilakukan pemerintah lewat penyelenggara jalan, sesuai dengan kewenangan bisa berakibat pidana atau denda.
Kepastian ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan atau LLAJ.
Penegasan soal sanksi ini, diterang dalam beleid terkait tanggungjawab penyelenggara jalan.
Penyelenggara jalan ini, bisa saja mulai dari level pemerintah pusat seperti kementerian termasuk jajarannya seperti Balai Penyelenggara Jalan Negara atau BPJN.
Termasuk juga pemerintah provinsi hingga pemerintah kabupaten/kota, via satuan kerja teknis yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
BACA JUGA:Dikenal Ditakuti Karena Bikin Gatal, Ini 6 Khasiat Daun Jelatang Bagi Kesehatan Tubuh
Ombudsman menegasi, tanggungjawab penyelenggara jalan, bukan semata-mata dimaknai secara sempit. Semisal, memberikan tanda atau rambu-rambu lalulintas saja pada titik jalan yang rusak, bahkan mengancam nyawa manusia.
Ada ancaman sanksi bagi penyelenggara jalan, ketika tidak segera dan patut memperbaiki jalan rusak. Sanksinya mulai dari ancaman penjara paling lama setengah tahun atau denda Rp 12.000.000;
Lebih serius lagi, ketika jalan yang rusak tersebut tidak kunjung diperbaiki dan mengakibatkan luka berat pada pengguna jalan ancamannya penjaranya paling lama satu tahun atau denda sebesar Rp 24.000.000;
Masih ada lagi, apabila lantaran kerusakan jalan yang terjadi sampai mengakibatkan orang lain meninggal dunia, maka penyelenggara jalan bisa dipidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120.000.000;
BACA JUGA:Naik Bintang 2, Pati Polri Ini Mendapat Ucapan Selamat Dari US Air Force