BACA JUGA:Risih Dengan Munculnya Bau Tidak Sedap! Ini Cara Menghilangkan Aroma Tidak Sedap Dari AC Mobil
Hingga kini, China merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia, karena Negeri Panda itu setidaknya telah menghabiskan lebih dari USD7 miliar pada tahun lalu.
Sebagian besar investasi yang dikeluarkan tersebut digunakan untuk membangun fasilitas pengolahan cadangan bahan mentah yang berlimpah di Tanah Air.
Hal tersebut sejalan dengan ambisi Indonesia untuk menjadi pusat perkembangan kendaraan listrik global. Sebagai informasi, China tercatat menjadi negara yang paling banyak menjual mobil listrik di dunia.
“Biaya tenaga kerja dan listrik di Indonesia serupa dengan di China. Tsingshan memiliki infrastruktur yang komprehensif, dan pengalamannya yang luas di negara ini akan membantu dalam memperkirakan anggaran. Kami juga memiliki hubungan baik dengan Pemerintah Indonesia yang mendukung sektor energi baru,” kata Jason Hong, Manajer Umum REPT AS, seperti dikutip satu media asing.
BACA JUGA:Hati-hati! Kebiasaan Ganti Oli yang Bisa Menimbulkan Karat di Ruang Mesin Mobil
BACA JUGA:Waspada, Mesin Mobil Bekas yang Sudah Lemah Kompresinya. Kenali Cirinya Berikut Ini
Tidak hanya keberadaan pabrikan saja yang tumbuh dengan berkembangnya ekosistem kendaraan listrik. Perusahaan pelat merah, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam melihat peluang lain dari berkembangnya bisnis kendaraan listrik.
Mereka pun berencana membangun industrial park untuk pengembangan ekosistem baterai. Target industrial park itu dapat terealisasi pada 2025. Industrial park yang dimaksud adalah smelter nikel dengan high pressure acid leaching (HPAL) dan rotary kiln electric furnace (RKEF).
Direktur Utama Antam Nico Kanter mengatakan bahwa pihaknya merupakan bagian yang berada di hulu dalam konsorsium pengembangan baterai yang dilakukan Contemporary Amperex Technology Co. (CATL), sehingga pembangunan smelter dengan teknologi pembakaran nikel (RKEF) dan HPAL di dalam negeri harus dilakukan segera.
Teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) merupakan pengolahan dan pemurnian nikel limonit dengan melarutkannya dalam wadah bertekanan atau suhu tinggi (autoclave) dan selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dari larutan konsentrat untuk mendapat mineral yang lebih murni, yaitu nikel dan kobalt
“CATL punya konsorsiumnya, tahun depan itu di industrial parknya kami harus bangun [smelter] RKEF dan HPAL,” tambahnya.
Fasilitas itu bakal dibangun dengan mengedepankan konsep Environmental, Social, and Governance atau ESG. Salah satunya adalah rencana penggunaan gas sebagai energi yang akan dipakai pada smelter HPAL.
“Untuk HPAL mungkin 60 MW-nya akan pakai gas, tapi masih harus di-FS [feasibility study] soal keekonomiannya, tapi proyeknya tidak berkurang, kami mau green nickel karena tuntutan ESG sebuah keharusan,” ujarnya.