BENGKULU.RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Tim Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Provinsi Bengkulu menetapkan harga untuk dua pekan kedepan naik, dibandingkan dengan sebelumnya.
Hanya saja kenaikan harga TBS tersebut, berbanding terbalik dengan produktifitas tanaman kelapa sawit milik petani yang saat ini cenderung rendah.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, M. Rizon, S.Hut, M.Si melalui Kepala Sub Koordinator Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Johan Syahmeri, SP, MP mengatakan, harga TBS saat ini naik dibanding sebelumnya.
"Kalau sebelumnya harga TBS kelapa sawit Rp 2.253,86, namun untuk dua pekan kedepan Rp 2.489,25 per Kilogram (Kg)," ungkap Johan.
BACA JUGA:Rehabilitasi SMKN 3 Kota Bengkulu, Saidirman: Kita Lakukan Upaya Pemulihan
BACA JUGA:Rehabilitasi SMKN 3 Kota Bengkulu, Saidirman: Kita Lakukan Upaya Pemulihan
Menurut Johan, kenaikan harga TBS ini tentu menjadi kabar yang menggembirakan, terutama bagi petani kelapa sawit di Provinsi Bengkulu.
Terlebih, tak lama lagi bakal memasuki bulan suci Ramadhan.
"Tapi yang jelas, kenaikan harga ini dipicu dengan naiknya Indeks Ketetapan Harga (IDK) dari 83 poin pada bulan Februari menjadi 86 poin pada bulan Maret," terang Johan.
Johan menambahkan, dengan kenaikan harga TBS kelapa sawit ini, pihaknya menghimbau seluruh Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) di Provinsi Bengkulu, dapat mematuhi ketetapan tersebut.
BACA JUGA: Putra Putri Maritim, Ini Harapan Pemprov Bengkulu
BACA JUGA: Percepatan Pengelolaan PS di Bengkulu Butuh Kolaborasi Multi Stakeholder
"Kita pun berharap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di tingkat kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu ini, dapat turut memberikan pengawasan terkait realisasi ketetapan harga TBS ini di tingkat PMKS," imbau Johan.
Dibagian lain, Petani Kelapa Sawit di Bengkulu Tengah, Rustam mengatakan, produktifitas tanaman kelapa sawit petani untuk saat ini mengalami penurunan yang cukup signifikan.
"Rata-rata tanaman kelapa sawit milik kami, sejak memasuki tahun 2024 ini mengalami penurunan produktifitas. Dimana produksi buahnya jauh lebih rendah jika dibanding sebelumnya," demikian Rustam. (*)