Menyulap Sampah jadi “Keripik” Sumber Energi

Minggu 11 Feb 2024 - 20:46 WIB
Reporter : Dodi Haryanto
Editor : Ependi

Di area tersebut, pemulung bebas memilah sampah serta mengambil barang-barang yang dapat mereka manfaatkan kembali dan diperkirakan masih bernilai ekonomis. Setelah beberapa saat berada pada tahapan pemilahan, sampah diangkut menggunakan wheel loader menuju shredder untuk dicacah.

Selanjutnya,  dengan menggunakan hopper conveyor, hasil cacahan sampah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam reaktor biodrying untuk dikeringkan hingga kadar airnya di bawah 25% serta menaikkan nilai kalor yang semula di bawah 700 kcal/kg menjadi 3.200 kcal/kg. 

Bukan Semata PAD

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengapresiasi pembangunan TPA Jeruk Legi yang merupakan bagian dari sistem sanitasi wilayah Cilacap dan sekitarnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan produksi sampah rumah tangga dari masyarakat. 

BACA JUGA:ASN di Mukomuko Wajib Absen Sidik Jari

BACA JUGA:Disperindag Pastikan Kuota Gas Elpiji Subsidi Untuk Mukomuko Cukup

"Kita membangun banyak TPA Sampah, dan TPA ini termasuk yang bagus. Sistem manajemen operasionalnya sudah baik, sehingga sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan Cilacap," kata Menteri Basuki.

Pembangunan TPST Jeruk Legi dengan sistem pengolahan RDF mulai dibangun pada 2017 dan telah diuji coba pada 2018 dengan total nilai proyek Rp84 miliar. Anggaran pembangunannya menggunakan sistem sharing antara Kementerian PUPR sebesar Rp27 miliar untuk pekerjaan konstruksi dan fasilitas pendukungnya.

Pemerintah Denmark memberikan bantuan senilai Rp44 miliar berupa peralatan mekanikal dan elektrikal, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah senilai Rp10 miliar dan APBD Pemerintah Kabupaten Cilacap berupa pengadaan tanah dan fasilitas pendukung senilai Rp3 miliar.

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti mengatakan, pembangunan TPST Jeruk Legi berbasis RDF dilatarbelakangi masalah pengelolaan persampahan di Kabupaten Cilacap. TPA Jeruk Legi lama yang merupakan TPA terbesar di Cilacap akan segera habis masa layanannya, sehingga perlu dicari metode alternatif pengelolaan sampahnya.

BACA JUGA:Masa Tenang, Bawaslu Mukomuko Bersihkan APK Pemilu 2024

BACA JUGA:Nakes di Mukomuko Disuntik Vaksin Hepatitis-B

"TPST Jeruk Legi memiliki kapasitas pengolahan 200 ton sampah/hari, saat ini baru dimanfaatkan untuk mengolah sampah sebesar 150 ton/hari untuk melayani 14 kecamatan," kata Diana.

Pengolahan sampah RDF Jeruk Legi menggunakan teknologi mechanical-biological treatment (pemilahan-pencacahan-biodrying) dengan biaya operasional per tahun Rp4,2 miliar. Hasil dari pengolahan sampah berupa RDF sebesar 60 ton/hari yang dibeli oleh pabrik semen PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) sebagai offtaker, memanfaatkan sampah hasil pemilahan, pencacahan, dan pengeringan sebagai bahan bakar pengganti batu bara.

Pengoperasian TPST Jeruk Legi terbukti turut berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Cilacap sekitar Rp1,3 miliar per tahun. Namun, kata Menteri Basuki, tujuan keberadaan TPST Cilacap ini bukan untuk peningkatan PAD, melainkan untuk kualitas lingkungan yang lebih baik.

Dengan sistem RDF ini, pengolahan sampah TPST Jeruk Legi diyakini jauh lebih baik dan efisien, karena tidak memerlukan lahan yang luas sebagai penampungan sampah jika dibandingkan dengan sistem penimbunan sampah terbuka (open dumping). Selain itu, juga lebih dapat meminimalisir dampak pencemaran lingkungan karena prinsip dari pembangunan TPST ini adalah mengedepankan konsep ramah lingkungan dengan mengurangi aroma tidak sedap melalui pengeringan.

Kategori :