Ini Dua Syarat Ekonomi Indonesia Tumbuh Positif di 2024

Selasa 16 Jan 2024 - 20:24 WIB
Reporter : Debi Susanto
Editor : Ependi

Laju ekonomi Indonesia sepanjang 2023 menunjukkan perkembangan positif. Perekonomian nasional tetap kokoh di tengah disrupsi lingkungan global, baik dari sisi rantai pasok, bencana alam, volatilitas sektor keuangan, serta fragmentasi geoekonomi.

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, sebagaimana dilansir kemenkeu.go.id, Jumat (11/01/2024), menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia 2023 tumbuh di kisaran 5%. Proyeksi tersebut juga sejalan dengan prediksi International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan konsensus Bloomberg.

 

Adalah gemuruh mesin manufaktur yang menderu sepanjang 2023, yang kemudian ikut mendukung pertumbuhan positif perekonomian tanah air. Aktivitas produksi yang cukup kuat itu tecermin dari capaian positif Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang ekspansif. Dirilis S&P Global, pada Desember 2023, PMI Indonesia menempati posisi 52,2 atau naik 0,5 poin dibanding November yang menempati level 51,7.

 

Selanjutnya, konsumsi listrik tumbuh tinggi 14 persen untuk bisnis dan 6,7 persen untuk industri. Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen masih terjaga cukup baik dengan mencapai 123,6. Sementara Indeks Penjualan Riil tumbuh positif mencapai 2,9 persen.

BACA JUGA:Perempuan Pelaku UMKM Didorong Manfaatkan Teknologi Digital

“Alhamdulillah, PMI Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi selama 28 bulan berturut-turut. Capaian ini hanya Indonesia dan India yang mampu mempertahankan level di atas 50 poin selama lebih dari 25 bulan. Kinerja baik ini tentu harus kita jaga dan tingkatkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (2/1/2024).

 

Sektor manufaktur di Indonesia pun terus membaik sepanjang 2023, antara lain, didukung oleh beragam kebijakan strategis pemerintah yang telah berjalan secara on the right track. Capaian positif tersebut tentu menjadi fondasi kuat bagi laju pertumbuhan manufaktur di 2024.

 

Namun, capaian sektor manufaktur tersebut tetap dibayangi beberapa kendala. Di antaranya, kebijakan yang dianggap belum berjalan sesuai harapan sektor industri. Yakni, penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dan pengendalian impor.

 

Merujuk catatan Kemenperin, masih banyak perusahaan industri yang belum menerima manfaat harga gas USD6 per MMBTU. Konkretnya, pada 2023 hanya 76,95 persen di Jawa bagian Barat atau hanya sekitar 939,4 BBTUD dibayar dengan harga USD6,5 per MMBTU, sisanya harus dibayar dengan harga normal sebesar USD9,12 per MMBTU.

 

Tak hanya itu, dalam pelaksanaannya masih banyak sektor industri yang memperoleh volume gas lebih rendah atau tidak sesuai dengan jumlah yang sudah menjadi kontrak antara industri dan pihak penyedia. “Kebijakan HGBT memang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang kami inginkan, jauh dari ideal di mata kami. Oleh karenanya, carut-marut terkait HGBT ini tentu mengurangi daya saing industri kita,” papar Menperin Agus.

 

Manakala kedua hal tersebut (pelaksanaan HGBT berjalan baik, dan pengendalian impor berjalan baik), diyakini PMI akan membaik. Sebab, lanjut Agus, ada opportunity lost yang dihadapi sektor manufaktur akibat kedua hal tersebut. Selain itu, perlu pula dukungan kebijakan untuk menjaga ketersediaan bahan baku sehingga sektor industri manufaktur tetap berproduksi dengan baik dalam memenuhi pasar domestik dan ekspor.

BACA JUGA:Apakah Benar Penyakit Kanker Hingga Migrain Dapat Dicegah dengan Minum Teh Setiap Hari?

 

Catatan Positif

 

Catatan positif PMI Manufaktur Indonesia pada akhir 2023, sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di Desember 2023 yang telah dilansir sebelumnya oleh Kementerian Perindustrian, dengan mencapai 51,32 poin atau konsisten selama lebih dari 13 bulan sejak diluncurkan IKI, masih berada dalam fase ekspansi. Kemenperin membidik target pertumbuhan industri pengolahan manufaktur sebesar 5,80 persen pada 2024, lebih tinggi dari target 4,81 persen di 2023.

 

Dalam laporannya, S&P Global menyatakan, ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada akhir 2023 terjadi karena adanya permintaan yang cukup tinggi, termasuk dari luar negeri. Ini mendorong pertumbuhan produksi lebih cepat dan penambahan jumlah tenaga kerja. Jingyi Pan, selaku Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, menyampaikan bahwa sektor manufaktur Indonesia menutup triwulan terakhir 2023 dengan catatan positif karena permintaan baru yang akan datang dan output keduanya mengalami ekspansi pada tingkat solid. Hal itu memperkuat aktivitas pembelian dan mendorong kenaikan berkelanjutan pada ketenagakerjaan di seluruh sektor produksi barang, mendukung perbaikan lebih jauh pada aktivitas perekonomian.

 

Indikator PMI pada masa mendatang, termasuk indeks penumpukan pekerjaan dan output masa depan juga menunjukkan tren positif. Terutama, keseluruhan kepercayaan diri bisnis naik ke posisi tertinggi kedua dalam kurun waktu satu tahun, sementara sedikit akumulasi penumpukan pekerjaan menggambarkan perbaikan kondisi permintaan.

 

Sumber : Indonesia.go.id

Kategori :