RADAR UTARA- Jumlah penderita gangguan mental lebih banyak ditemukan setelah munculnya media sosial. Adapun generasi yang paling mudah terserang gangguan psikologi itu adalah generasi milenial dan Z.
Menanggapi hal itu, seorang dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Alfiah Nabilah Masturah berpendapat. Bahwa generasi milenial dan Z tidak bisa serta merta disebut sebagai generasi yang lemah. "Hidup di tengah perkembangan zaman yang serba modern ini memang penuh tantangan. Namun kita tidak bisa langsung menilai bahwa generasi milenial dan generasi Z adalah generasi yang lemah," ujar Alifah di lansir dari laman UMM, Rahu (13/12/2023). Ia mengatakan, setiap generasi mempunyai tantangannya sendiri dalam menjalani kehidupan. Kondisi mental generasi milenial dan Z pun ada pengaruhnya dari kelihaian mereka menggunakan teknologi. - Menerima Diri Banyak anak muda saat ini berorientasi pada hal-hal tidak nyata yang terdapat pada media sosial. Banyak orang berlomba menunjukkan kesuksesannya, sehingga yang lainnya terpacu untuk melakukan hal yang sama. Bukannya malah termotivasi, namun banyak anak muda zaman sekarang malah merasa tidak percaya diri melihatnya. Alifah menekankan padahal seharusnya anak muda dapat lebih menerima diri agar kesehatan mentalnya tidak terganggu. BACA JUGA:TikTok Shop Beroperasi Lagi, Menkominfo Minta Jangan Banyak Jual Barang Impor "Kesehatan mental itu erat kaitannya dengan sejahtera atau wellbeing yang turunannya adalah menerima, bersyukur, juga ikhlas," ujarnya. Alifah menyebut bahwa dengan menerima diri, maka lebih banyak hal bisa dikontrol. Demi kesehatan mental. Alifah berpesan bahwa anak muda harus bisa memberikan batasan atas apapun dan harus berani bersikap cuek terhadap hal-hal yang bisa mengganggu hidup. - Puasa Media Sosial Dengan bersyukur dan menerima diri, maka seseorang dapat merasa lebih bahagia. Cara dalam mewujudkan dua hal tersebut bisa dilakukan lewat puasa media sosial. Puasa media sosial dapat menjadi langkah dalam membentuk lingkungan yang positif, kontrol emosi, menerima diri, dan tidak terus membandingkan hidup dengan orang lain. "Kalau sudah merasa mental kita rapuh bahkan mengarah ke stres yang berlebihan, cobalah untuk puasa sosial media," tambahnya. Menurutnya, puasa media sosial menjadi cara dalam melakukan terapi psikologis yang telah teruji bisa mengembalikan semangat dan kekuatan diri seseorang. Puasa media sosial pun dapat menjadi langkah konkret dalam menjaga kesehatan mental di tengah gempuran era teknologi. "Dengan berpuasa medsos, kita akan terbiasa untuk lebih bersyukur atas apa yang kita miliki, memiliki waktu untuk refleksi diri, fokus pada orang sekitar yang kita cintai, dan tidak membandingkan hidup dengan orang lain," pungkasnya. (red)
Kategori :