Di tambah lagi batu-batu akan dipanaskan dengan cara dibakar selama beberapa jam hingga panas membara.
Setelah itu, sebagian orang ada yang menggali tanah untuk membuat lubang.
BACA JUGA:Sedekah Bumi, Tradisi Rasa Syukur dan Pererat Silaturahmi
BACA JUGA:Pinang Indonesia, dari Tradisi Kunyah hingga Ekspor Bernilai Triliunan
Nah apabila cukup dalam, batu panas tersebut diletakkan di dasar lubang, lalu makanan yang akan dimasak seperti daging babi, daging ayam, daging sapi, ubi, dan singkong bisa ditata di atasnya.
Kemudian apabila semua makanan tertata, lubang akan ditutup dengan daun pisang.
Lalu barulah batu-batu panas itu diletakkan di bagian atas daun pisang.
Sebab dengan tumpukkan makanan ini didiamkan selama beberapa waktu hingga matang.
Selain itu, dalam menata makanan maupun batu panas, masyarakat akan saling bergotong-royong membantu.
BACA JUGA:Tradisi Sedekah Laut di Desa Nelayan Belum Masuk Even Resmi Daerah
BACA JUGA:Sebuah Tradisi yang Patut di Apresiasi, Takir Plontang Kearifan Lokal yang Akan Terus Lestari
Bahkan tak ayal, tradisi ini diyakini dapat menguatkan rasa kebersamaan bagi warga yang terlibat.
Makan Bersama
Dan bila makanan sudah matang, barulah batu-batu panas disingkirkan dan makanan dikumpulkan dalam satu wadah untuk di makan bersama.
Yang dimana biasanya, para perempuan yang bertugas mengumpulkan makanan, sementara para pria akan menyingkirkan batu panas.
Dan makanan kemudian disantap bersama-sama di tengah lapangan.