Salah satu kebijakan penting adalah pengembangan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2024. Dalam model ini, kawasan industri harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan pengelolaan lingkungan, termasuk upaya dekarbonisasi untuk mencapai target net zero emission sebelum 2060.
Meski memiliki potensi besar, pembangunan kawasan industri dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti pertanahan, tata ruang, ketersediaan infrastruktur dasar, energi, air baku, hingga perizinan. Tantangan ini menuntut sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pengelola kawasan untuk menyelesaikan hambatan tersebut.
BACA JUGA:Digitalisasi Dorong Ekonomi Inklusif Usaha ‘Wong Cilik’
BACA JUGA: Menggali Potensi Ekspor Pinang ke Bangladesh sebagai Solusi Ekonomi di Tengah Krisis Global
Eko S A Cahyanto yang merupakan Plt Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kemenperin, menekankan tentang pentingnya debottlenecking. "Sinergi antarkementerian/lembaga sangat diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih yang menghambat iklim investasi," ujarnya.
Melalui pendekatan semacam itu, kawasan industri diharapkan dapat memberikan dampak maksimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Pembangunan kawasan industri yang terintegrasi dengan teknologi modern dan berbasis lingkungan menjadi masa depan industri Indonesia. Tidak hanya sebagai lokasi produksi, kawasan industri diharapkan menjadi pusat inovasi, tempat lahirnya teknologi baru yang mendukung transformasi industri nasional.
Dalam jangka panjang, kawasan industri akan terus berperan sebagai pilar utama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Dengan kebijakan yang mendukung dan kolaborasi dari semua pihak, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam rantai pasok global yang berkelanjutan. (**)