Di malam-malam yang sepi, ketika bapak dan ibu sudah tidur, aku kerap datang ke kamar belakang—tempat Yu Nar tidur. Yu Nar suka mendongengiku.
Katanya, jika malam terlalu sepi, dongeng bisa menjadi teman pengantar tidur. Ada banyak dongeng yang diceritakan Yu Nar. Dan anehnya, meski beberapa dongeng diulang berkali-kali, hingga aku hapal setiap alur ceritanya, aku tak pernah bosan.
Yu Nar sering menceritakanku dongeng yang diambil dari kisah Mahabarata dan Ramayana. Kisah Arjuna yang tampan dan berisitri banyak, kisah yudistira yang suka berjudi, kisah Bima yang gagah, kisah Cinta Rama dan Sinta, hingga kisah Anoman Obong.
Tidak jarang pulang Yu Nar menceritakan kisah-kisah legenda dan mitos, seperti Legenda Baru Klinting, Legenda Candi Prambanan, hingga Legenda Sangkuriang.
BACA JUGA:GUBUK KECIL DAN RINTIK HUJAN
BACA JUGA:FATAMORGANA BRAVIA MANJIA
Dari sekian banyak cerita yang paling kusuka adalah cerita babad Banyumas, kabupaten kelahiranku. Kisah cinta antara Raden Kamandaka dan Putri Cipta Rasa. Adegan yang paling kuingat, ketika Yu Nar menceritakan Raden Kamandaka menyamar menjadi Lutung Kasarung untuk bisa menemani pujaan hatinya, Putri Cipta Rasa.
Penyamaran itu adalah misi untuk menggagalkan pernikahan Putri Cipta Rasa dengan Raja Pule Bahas. Cerita ini kerapkali aku minta untung diulang di beberapa malam.
Jika dongeng yang ajaib gagal menidurkanku, Yu Nar akan menyanyikan tembang Jawa. Lekas aku kenal lagu itu sebagai Macapat. Suara Yu Nar begitu merdu, saking gandrungnya aku pada macapat, aku terang-terangan minta diajari oleh Yu Nar.
Hingga menjadi alasanku mengambil kuliah jurusan Sastra Jawa di salah satu Universitas Negeri di Kota Solo.
BACA JUGA:LELANANGE JAGAD MERINGKUK DI KOSAN
BACA JUGA:Wanita yang Nglungsungi Seperti Ular
Kenangan-kenangan itu terpajang rapi di etalase ingatan masa kecilku. Bahkan ketika aku sudah kuliah dan Yu Nar sudah berhenti bekerja di rumah, aku masih kerap menghubungi Yu Nar.
Beberapa kali ketika pulang kampung, aku meluangkan waktu datang ke rumahnya. Sayangnya, belakangan Yu Nar terlihat semakin kurus dan lesu.
Bapak dan Ibuku masih saja sibuk. Apalagi Ibu sekarang sudah menjadi dosen ilmu ekonomi di Unsoed. Lalu bapak, ah bahkan aku pun tak tahu sekarang menjabat menjadi apa. Tak pernah aku mendengar cerita-cerita dari mereka.
Setiap akhir semester tiba, mereka hanya bertanya soal nilai, nilai, dan nilai. Tabunganku tak pernah telat mereka isi, sebulan sekali. Jika aku butuh uang, aku tinggal ngomong saja. Tidak perlu waktu lama, ada notifikasi transfer masuk dari ponsel.