- Implementasi dan Penyebaran:
Jika berhasil diadopsi, BSN akan mendukung implementasi dan penyebaran standar tersebut di tingkat nasional maupun internasional, serta memberikan sosialisasi mengenai manfaat standar tersebut bagi industri dan masyarakat.
Melalui langkah-langkah ini, BSN berupaya meningkatkan pengakuan internasional terhadap standar nasional Indonesia, yang pada gilirannya bisa membantu peningkatan daya saing produk dan industri nasional di pasar global.
Dengan mengusulkan draf standar internasional, maka secara langsung Indonesia juga ditunjuk sebagai project leader. “Mulai 2015, ISO telah menunjuk Profesor Faisal Fathani selaku project leader dan convenor dari ISO/TC 292/SC 1/WG 1 sampai akhir tahun 2025,” tutur Hendro. Faisal Fathani adalah salah satu pakar kebencanaan Indonesia yang juga penemu sistem peringatan bencana sedimen dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
BACA JUGA:Surat Penetapan Tanggap Bencana Longsor di Pondok Panjang Belum Sampai di Meja Bupati
BACA JUGA:BPBD Rancang Program Perbaikan Rumah Korban Bencana Alam
Kinerja BSN
Kepala BSN Kukuh S Achmad berharap, pencapaian internasional ini dapat membantu mempercepat pencapaian SDGs, mulai dari peningkatan keamanan digital, serta mewujudkan tata kelola global yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi digital. Indonesia diharapkan dapat memperkuat posisinya dalam revolusi digital global melalui penerapan standar ini.
Pencapaian pengembangan standar di forum ISO tersebut, menurut Kukuh, tentunya tak lepas dari sinergi dan kolaborasi yang kuat dengan BNPB, pakar dari Universitas Gadjah Mada - UGM, dan Komite Teknis 13-08, Penanggulangan Bencana, yang memiliki ruang lingkup mirroring dengan ISO/TC 292, Security and Resilience.
BSN bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan nasional, seperti industri, akademisi, dan pakar teknis, guna menyusun SNI yang sesuai dengan kriteria ISO. Standar yang diajukan biasanya melalui proses harmonisasi agar memenuhi persyaratan ISO, seperti keamanan dan efisiensi. “Dengan begitu, SNI yang diterima oleh ISO dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global,” katanya.
BACA JUGA:Stok Logistik Bencana Dipastikan Cukup Hingga Akhir Tahun 2024
BACA JUGA:Draf Dokumen Kontijensi Bencana Gempa dan Tsunami Ditarget Tuntas September Ini
BSN sendiri telah menetapkan 23 SNI tentang kebencanaan, termasuk di dalamnya SNI tentang sistem peringatan dini dalam penanggulangan bencana. Keaktifan BSN bersama dengan stakeholder utama dalam merumuskan SNI itu, dilandasi oleh kondisi Indonesia yang termasuk dalam wilayah rawan bencana.
Data World Risk Report 2023, seperti dilansir media massa, menempatkan Indonesia di peringkat kedua dari 193 negara di dunia dengan indeks risiko bencana sebesar 43,50, di bawah Filipina yang menempati posisi pertama. Catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Januari 2024 hingga Juli 2024, terjadi 788 bencana, dengan kejadian tanah longsor dan banjir yang paling sering terjadi.
Dengan kondisi itu, Indonesia berupaya keras memperkuat mitigasi risiko bencana. Oleh karena itu, panduan SNI sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi dan mengupayakan mitigasi bencana menjadi hal yang sangat penting.
Tentu saja, ditinjau dari sisi kemanfaatannya tidak hanya untuk Indonesia saja, maka kontribusi terhadap dunia, terutama yang memiliki risiko bencana turut dapat memanfaatkan standar penanganan bencana tersebut.
BACA JUGA:Enggano Perlu jadi Basis Simulasi Bencana Daerah