Jelang Masa Tenang, Hati-hati Rawan Politik Uang!

Jumat 15 Nov 2024 - 08:37 WIB
Reporter : Abdurrahman Wachid
Editor : Ependi

RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Masa tenang pesta demokrasi, Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) rawan dengan politik uang.

Tanggal 27 November 2024, seluruh Kabupaten/Kota dan Provinsi melakukan Pilkada serentak. Tahapannya, masa tenang yakni tiga hari sebelum hari H pencoblosan.

Pada masa tenang ini, sudah tidak ada lagi pasangan calon (paslon) melakukan sosialisasi penyampaian visi dan misi atau kampanye dalam bentuk apapun.

Andi Wibowo, Komisioner Bawaslu Kabupaten Bengkulu Utara divisi penanganan pelanggaran dan penyelesaian sengketa mengungkapkan bahwa persoalan praktik politik uang atau yang akrab kita dengan money politics, dengan segala macam bentuknya ini sangat perlu diwaspadai.

BACA JUGA:Bawaslu dan Gakkumdu Masih Dalami Dugaan Money Politics

BACA JUGA:Warga Laporkan Dugaan Money Politic, Aizan: Jangan Semuanya Dikaitkan Dengan Pilkada

Dirinya mengakui bahwa money politics merupakan praktik kotor atau kecurangan yang sangat sulit terurai. Menurutnya, problem terbesarnya adalah masyarakat itu sendiri.

"Apabila masyarakat secara tegas, menolak dan melaporkan kepada pihak berwajib maka money politics tersebut perlahan akan hilang," ujar Andi Wibowo saat ditemui radarutar.bacakoran.co pada hari Kamis, 14 November 2024.

Ia menghimbau kepada masyarakat agar tidak tergiur dengan pemberian uang dari paslon, baik bupati maupun gubernur. Pilihlah sesuai hati nurani dengan melihat visi dan misi yang terbaik dari paslon tertentu.

Pihaknya menegaskan bahwa aturan tentang larangan politik uang ini telah diatur dalam undang-undang.

BACA JUGA:Bawaslu Soal Money Politic : Pemberi dan Penerima, 3 Tahun Penjara

BACA JUGA:Kamu Gak Akan Bisa Kaya Kalau Gak Punya Good Money Decision

"Kami dari Bawaslu menghimbau kepada kepada paslon, maupun kepada masyarakat jangan lakukan politik uang. Karena ada UU yang melarang, dan kami hanya melaksanakan tugas, "

Dalam Pasal 187A ayat (1) (UU No 10 Tahun 2016), disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 

Selanjutnya, Ketentuan Pidana Politik Uang yang Memberi dan Penerima di Pasal 187A ayat (2) (UU No 10 Tahun 2016) menyebutkan bahwa pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum penerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Kategori :