Namun, kebanyakan dari mereka tidak memiliki kemampuan membatik, melainkan hanya menciptakan motif sehingga mempekerjakan perajin batik wanita untuk memproduksi kain sesuai kreasi mereka.
Sedangkan, pada masa awal perkembangan batik ini, perajin batik Belanda menggunakan pewarna alami dari berbagai tumbuhan, seperti akar pohon mengkudu untuk menghasilkan warna merah, daun nila untuk biru, kemudian warna cokelat dari tanaman sogo jambal dan warna kuning dari tegeran.
Adapun untuk salah satu motif batik yang paling dikenal adalah hasil karya Carolina Josephina Von Franquemont.
Selain itu, batik hasil perempuan asal belanda ini biasa disebut sebagai batik Prankemonan.
BACA JUGA:Perkuat Silaturahmi, Kecamatan Batik Nau Gelar Halal Bihalal
BACA JUGA: SE Penggunaan Batik Besurek dan Penyajian Pangan Lokal Diterbitkan
Padahal inovasi terkenal dari motif Prankemon adalah batik dongeng yang menggambarkan berbagai cerita, baik dari Eropa maupun non-Eropa, termasuk motif putri duyung, Dewi His Hwang, serta elemen budaya India dan China.
Adapun menurut penelitian di Intitut Seni Indonesia Yogyakarta, gaya motif ini biasa disebut dengan motif batik dongeng, dikarenakan gambar pada batik ini menceritakan dongeng yang terkenal di negara Eropa.
Di samping itu, kain batik karyanya Carolina Josephina Von Franquemont saat ini bisa dihargai ratusan juta rupiah.
3. Batik Tiga Negeri
Sebenarnya batik Tiga Negeri merupakan representasi dari tiga budaya yang berpengaruh di Lasem yakni Tionghoa, Jawa, dan Belanda.
BACA JUGA: Geliat Sentra Batik Kota Onde-Onde
BACA JUGA: Setiap Hari Kamis, Bupati Mukomuko Ajak ASN Pakai Batik Khas Mukomuko
Yang dimana akulturasi tiga budaya tersebut terlihat dalam warna kain batik ini yang didominasi warna merah (terinspirasi budaya Tionghoa), warna biru indigo (khas Belanda), serta warna coklat soga (khas Jawa).
Kemudian salah satu daerah penghasil kain Batik Tiga Negeri terdapat di daerah Lasem, Rembang, Jawa Tengah.
Setelah itu, hasil tiga budaya ini berkaitan dengan sejarah Kecamatan Lasem yang pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 dijadikan sebagai tempat persinggahan etnis Tionghoa yang datang dari pesisir pantai selatan Tiongkok.