Berharap dari Sawit Menuju Net Zero Emission
Industri kelapa sawit terbukti menjadi penghela pertumbuhan perekonomian Indonesia, serta meningkatkan persebaran pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa. -ANTARA FOTO/ Wahdi Setiawan-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Salah satu pilar penting ekonomi Indonesia adalah kelapa sawit. Pada 2023, nilai ekonomi sektor perkelapasawitan, dari hulu hingga hilir, mencapai lebih dari Rp750 triliun, yang berkontribusi sekitar 3,5% terhadap PDB Nasional.
Industri kelapa sawit terbukti menjadi penghela pertumbuhan perekonomian Indonesia, serta meningkatkan persebaran pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa.
Ke depan peran sawit dinilai akan semakin kuat, seiring dengan adanya berbagai upaya hilirisasi dan inovasi pengelolaan biomassa yang berkelanjutan.
Hal tersebut sejalan dengan komitmen global Indonesia dalam mencapai net zero emission (NZE) pada 2050.
BACA JUGA: Mengubah Limbah Jadi Emas : Potensi Ekonomi di Balik Limbah Sawit
BACA JUGA:7 Alumni SMAN 15 Bengkulu Utara Dapat Beasiswa Kelapa Sawit dari DPDPKS
Merujuk pandangan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang disampaikan dalam berbagai kesempatan: "Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mencapai target net zero emission pada 2050, dan kelapa sawit adalah sektor yang sangat potensial dalam mendukung pencapaian ini melalui hilirisasi dan pemanfaatan biomassa secara berkelanjutan. Upaya ini tidak hanya berdampak positif pada ekonomi, melainkan pada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat juga."
Transformasi Limbah
Salah satu langkah konkret yang diambil adalah dengan melakukan pengolahan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Limbah sawit yang semula tidak berharga itu, diubah menjadi sumber daya industri dengan nilai tambah tinggi.
Dalam keterangan tertulis pada Rabu (11/9/2024) Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, menyampaikan bahwa pemanfaatan TKKS melalui teknologi enzimatik memungkinkan transformasi limbah ini menjadi bahan baku bernilai tinggi, seperti bioethanol, asam organik, dan berbagai bahan kimia yang dapat mensubstitusi impor.
BACA JUGA:Disperindag Tertibkan Timbangan Sawit Milik Tengkulak di Mukomuko
BACA JUGA:Melihat Prospek Ekspor Kelapa Sawit Indonesia serta Tantangan dan Peluang Tahun 2025
Teknologi fraksionasi TKKS, yang dikembangkan Kemenperin bersama Institut Teknologi Bandung dan PT Rekayasa Industri dengan pendanaan dari BPDPKS, kini telah mampu memproses 1 ton biomassa per hari di fasilitas pilot plant yang diresmikan pada Agustus 2024.
Fasilitas ini menghasilkan glukosa, xylosa, dan lignin, yang memiliki aplikasi luas, mulai dari pakan ternak hingga industri biokomposit dan biofuel.
"Inovasi ini mendukung visi kita untuk menjadikan industri kelapa sawit lebih ramah lingkungan dan efisien, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Putu.