Lakon Wayang: Sedulur Papat Limo Pancer

Ilustrasi: Wayang--

RADAR UTARA - Menjadi Fitrah Manusia memang tidak bisa lepas dari kesalahan. Namun lewat akalnya, manusia dapat belajar untuk membedakan mana yang salah dan mana benar. Inilah yang menjadi pembeda, sekaligus kelebihan manusia kalau dibandingkan dengan makhluk yang diciptakan jauh sebelum Nabi Adam. 

Mereka tak diberi akal. Ruh hanya diberi jiwa dan tubuh. Ruh yang ditiupkan kedalam tubuh Nabi Adam AS, turun satu paket dengan jiwa, akal dan nafsunya. Inilah yang menjadi pembeda Bani Nabi Adam AS dengan mahluk lainnya. 

Seperti setan dan jin. Inilah sebabnya, manusia nantinya bakal dimintai pertanggungjawaban setelah tubuh terpisah dari ruh. Mati. 

Dalam ajaran Sangkan Parane Dumadi yang berarti darimana kita berasal. Dimana saat ini dan kemana engkau nantinya, diketahui adanya sebuah peristiwa penting yang sejatinya sudah terbangun konsensus antara Sang Hyang Widi, Tuhan yang maha kuasa dengan mahluk. 

BACA JUGA:Lakon Wayang: Sesorah Tekun, Teken, Tekan

Peristiwa itu terjadi kala di alam ruh. Pengeran bertanya, apakah engkau percaya bahwa AKU adalah Tuhanmu? jiwa yang menghadap hadirat Allah itu, lantas menjawab yakin: aku bersaksi engkau adalah Tuhanku. Ini lah jejak perjanjian kali pertama yang terjadi di alam ruh. 

Namun, janji itu tak jarang seakan dilupa. Bahkan ada yang meyakini tidak pernah terjadi peristiwa itu. Saat ruh ditiupkan ke dalam raga, kemudian lahirlah seseorang itu ke dalam dunia, dia justru lupa akan janjinya. Ini disebab, mereka terlalu sibuk pada urusan dunia dan mengumbar hawa nafsunya. 

Ajaran Sedulur Papat Limo Pancer, yang lazim tergambar dalam laga pewayangan, dapat menjadi motivasi bagi kita. Untuk kembali kepada khitoh kita sebagai mahluk ciptaan-NYA.

Sebuah kidung, mencerita tentang keberadaan saudara yang merawat dengan hati-hati, memelihara kita berdasarkan kekuasaan yang diberikan-NYA dalam proses penciptaan manusia. Gita perjalanan kehidupan itu, menjadi salah satu gending atau nyanyian dandang gulo. 

Syair, mantra atau lirik dalam gending ini, konon ditulis oleh kanjeng Sunan Kalijaga yang berjudul Gending Marmati yang mengandung arti; samar mati.

Seorang ibu saat mengandung anaknya, merupakan situasi yang hari-hari berada dalam kekhawatiran bahkan kematian. Fitrah yang hanya dirasakan dan dimiliki seorang perempuan yang mengandung, bahwak dalam sebuah riwayat, ganjarannya setara dengan berperang karena memperjuangkan kebenaran. Melawan kebathilan. Dari sinilah kita diajarkan mengapa kita menjadi ada. Inilah Sangkan Paraning Dumadi.

Dalam sebuah ajaran Islam, empat bulan kandungan turunlah empat malaikat yakni Jibril, Mikail, Isrofil dan Izroil. Kemudian bertambah lagi perpanjangan Tuhan itu, saat kandungan dalam umur 5 bulan. Inilah piwulang "Sedulur Papat Limo Pancer". 

Jadi, yang dimaksud dengan pancer, itulah diri kita yang sebenarnya. Memahami petuah yang diyakini sebagai peristiwa masuknya ajaran Islam di tanah Jawa ini, merupakan penjelasan yang diselaraskan dengan situasi kala itu dan pada prinsipnya, mengajarkan tentang arti persaudaraan, kebersamaan dan solidaritas. Ia adalah elemen dari dalam diri yang sebenar-benarnya. 

Maka dalam implementasinya, ada sebuah kata luhur yang menerangkan bahwa "hanya ada dua orang di dunia ini. Pertama orang baik atau benar dan inilah ajaran Sedulur Papat Limo Pancer. Sedangkan jenis kedua adalah "Orang yang menuju baik" inilah sebuah ujian. Karena kita sendiri, adalah ujian bagi kita sendiri. Begitu juga dengan orang lain. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan