Digugat Rp 7,2 M, Petani Galang Donasi Untuk PT DDP
Petani melakukan penggalangan donasi untuk PT. DDP-Radar Utara/Doni Aftarizal-
BENGKULU RU - Buntut dari gugatan PT. Daria Dharma Pratama (DDP) senilai Rp 7,2 miliar, petani di Kabupaten Mukomuko pada Selasa 10 September 2024 mulai melakukan penggalangan donasi.
Bahkan penggalangan donasi itu dilakukan para petani, di depan kantor perusahaan yang ditandai dengan memasukan uang kartal pecahan Rp 1.000 ke dalam kotak bertuliskan Rp. 1.000 untuk PT DDP.
Satu dari tiga petani yang digugat PT. DDP senilai Rp 7,2 miliar, Harapandi mengatakan, penggalangan donasi ini, sekaligus untuk mengabarkan kepada seluruh petani di Provinsi Bengkulu maupun di Indonesia, bahwa posisi petani sekarang ini marjinal.
"Fakta ini dibuktikan jika saat ini sumber penghidupan petani berupa tanah, telah dikuasai korporasi," ungkap Harapandi.
BACA JUGA:Monitoring dan Evaluasi HGU PT DDP
BACA JUGA: 3 Petani Tergugat PT DDP Melawan, Nyatakan Banding Atas Putusan Pengadilan
Menurut Harapandi, langkah ini diharapkan dapat menghimpun dukungan kepada para petani, untuk bersama-sama meminta majelis hakim Mahkamah Agung (MA) membatalkan seluruh gugatan DDP terhadap tiga petani Tanjung Sakti.
"Awalnya kita digugat PT. DDP Rp 7,2 miliar, dan berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bengkulu kita dijatuhkan vonis membayar Rp 3 miliar. Ini sungguh tidak adil, sehingga kita mencari keadilan hingga ke MA," papar Harapandi.
Sementara Kades Sibak, Ahmad Husen menyatakan, keberadaan PT. DDP tidak hanya berkonflik dengan petani Tanjung Sakti saja, tetapi juga dengan Petani Maju Bersama di Malin Deman, Koalisi Masyarakat sipil, Masyarakat Bunga Tanjung dan Retak Mudik.
“Kita mendukung penggalangan donasi tersebut, karena sebagai bentuk menyelamatkan kampungnya dan demi mempertahankan kehidupan petani," ujar Ahmad.
BACA JUGA:Monitoring dan Evaluasi HGU PT DDP
BACA JUGA: 3 Petani Tergugat PT DDP Melawan, Nyatakan Banding Atas Putusan Pengadilan
Disisi lain Ahmad juga menilai, gugatan PT. DDP terhadap Petani Tanjung Sakti di tingkat pertama dan banding, menjadi fakta bahwa negara pun sedang tidak berpihak kepada petani.
"Pada prinsipnya kita menyayangkan gugatan itu, dan idealnya negara juga harus turut berperan dalam memperjuangkan hak-hak para petani. Termasuk dari sisi lahan garapan," demikian Ahmad.