Bukit Menumbing Saksi Sejarah Perjuangan Bangsa
Bukit Menumbing Saksi Sejarah Perjuangan Bangsa. -kebudayaan.kemdikbud.go.id-
Keyakinan Soekarno itu membuahkan hasil, karena pada 17 April 1949, Indonesia duduk bersama dengan Belanda untuk menyelesaikan niat kolonial untuk pengembalian kedaulatan.
Perjanjian yang diwakilkan kepada kedua pemimin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen itu di kemudian hari dikenal sebagai Perjanjian Roem-Roijen.
Usai Perjanjian Roem-Roijen itu, Soekarno pada 6 Juli 1949 kembali dari pengasingannya di Muntok ke Yogyakarta, ibu kota sementara Republik Indonesia. Selanjutnya pada 13 Juli 1949, perjanjian penting tersebut disahkan oleh pemerintahan sementara Republik Indonesia.
BACA JUGA:Sejarah Baru! PON 2024 Digelar di Aceh dan Sumatra Utara
BACA JUGA:Jejak Sejarah Pabrik Semen Pertama di Asia Tenggara
Dijadikan Museum
Melihat pentingnya posisi Pesanggrahan Menumbing di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, terutama sewaktu penyerahan kembali kedaulatan yang sempat terampas oleh Belanda pascakemerdekaan, maka pada 2010 ditetapkan sebagai salah satu benda, situs, atau kawasan cagar budaya. Diterbitkan pula Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor PM.13/PW.007/MKP/2010.
Beleid tadi dilanjutkan oleh SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 210/M/2015 tanggal 5 November 2015 yang menyebutkan bahwa kastil peninggalan kolonial itu dijadikan sebagai cagar budaya peringkat nasional.
Sejak beberapa tahun belakangan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Kemendikbudristek menata kembali kawasan ini untuk dijadikan museum.
Sejumlah peninggalan penting pun dipamerkan di Pesanggrahan Menumbing, seperti surat-surat Soekarno saat berada di kamar pengasingannya.
BACA JUGA:Jejak Sejarah Gedung Lawang Sewu Semarang
BACA JUGA:Jejak Prasejarah di Museum De Tjolomadoe
Mulai dari tempat tidur, meja kursi, buku-buku bacaan para pemimpin bangsa, yang diasingkan ke lokasi ini turut dipamerkan.
Begitu pula dengan mobil sedan hitam produksi pabrik otomotif asal Amerika Serikat buatan 1938. Sebuah pelat nomor polisi BN 10 masih tersemat di bagian depan mobil yang warnanya mulai terlihat sedikit kusam.
Mobil yang dipinjamkan dari BTW itu dijadikan kendaraan operasional Bung Hatta selama 17 hari di pengasingan. Misalnya, dipakai untuk beribadah ke masjid atau melakukan rapat dengan Bung Karno di Wisma Ranggam, sekitar 16 km dari Menumbing.