Bukit Menumbing Saksi Sejarah Perjuangan Bangsa
Bukit Menumbing Saksi Sejarah Perjuangan Bangsa. -kebudayaan.kemdikbud.go.id-
BACA JUGA:Gandeng Tokoh Sejarah Transmigrasi, Pemdes Karang Tengah Ramah Tamah
BACA JUGA:Jejak Sejarah Kerajaan Kutai Martadipura dan Orang Basap
Wakil presiden pertama di Indonesia itu menggambarkan gedung peristirahatan itu selain bertingkat dua, terdapat sebuah bungalow yang belum selesai dicat.
Lantai pertama Pesanggrahan Menumbing disebut Hatta terdapat ruang duduk, di sebelah kiri bersambung ke sebuah kamar tidur dan kamar mandi, di sebelah kanan bersambung turut bersambung dengan kamar tidur tetapi tanpa kamar mandi.
Tepat di lantai dua terdapat sejumlah kamar, dan atapnya berbentuk datar mirip sebuah ruang terbuka yang dipakai para pemimpin bangsa yang diasingkan untuk menghangatkan badan sembari memandangi Kota Muntok dari segala sisi dan tentu saja Selat Bangka dan samar-samar daratan Pulau Sumatra di kejauhan.
Belanda kemudian mengirimkan Soekarno bersama Agus Salim, Mohammad Roem, dan Ali Sastroamidjojo untuk diasingkan ke Muntok pada 6 Februari 1949.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah dan Rahasia Kesegaran Teh
BACA JUGA:Menyikap Jejak Sejarah Hotel Raja Majapahit, Umpak Balekambang
Mereka ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing, namun berbeda kamar. Soekarno ditempatkan di kamar 12, kamar 12-A diisi oleh Mohammad Roem, dan Agus Salim di kamar 11.
Belakangan, Soekarno tidak nyaman dengan hawa dingin puncak Bukit Menumbing dan minta dipindahkan ke Pesanggrahan Muntok atau Wisma Ranggam bersama Agus Salim, Mohammad Roem, dan Ali Sastroamodjojo.
Selama masa pengasingan di Menumbing, tokoh-tokoh pemimpin bangsa tersebut tetap sibuk berjuang lewat jalur diplomasi.
Mereka menyiapkan berbagai konsep penyusunan strategi perundingan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
BACA JUGA:Melihat Jejak Sejarah Soto Betawi
BACA JUGA:Misteri Sum Sum Tulang, Sajian Makanan Manusia Sejak Zaman Prasejarah
"Dari Alcatraz saya di Bangka, saya tahu perlawanan 350 tahun negara kami segera berakhir," ucap Soekarno seperti dituliskan Cindy Adams, penulis Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.