SIDAT, Ikan Keramat yang Lezat dan Nikmat

Sidat Bakar yang lezat-asia-nikkei.com-

Oleh karena itu sebagian besar masyarakat Indonesia mengira bahwa sidat sama dengan belut sawah. Padahal jika dilihat seksama ada perbedaan mencolok diantara dua ikan ini.

Sidat memiliki sirip di dekat kepalanya. Letak sirip tersebut sangat dekat dengan kepala sehingga membuatnya sangat mirip dengan telinga.

Sidat juga bisa mencapai ukuran yang sangat besar. Sidat dewasa dapat tumbuh mecapai 100 sampai 200 centimeter. Diameter tubuhnya bisa mencapai 7 centimeter dengan bobot paling berat sekitar 3 kilogram.

BACA JUGA:Keluhan Irigasi Jebol Petani Pasar Sebelat, Solusi Alih Fungsi Jadi Alternatif Pahit

BACA JUGA:Pita Penggaduh Dikeluhkan Warga

Pada masa kerjaan mataram kuno abad ke 7, sidat dan belut merupakan menu untuk raja-raja. Disebut dengan harang-harang kiasan, sidat dimasak dengan cara dibakar yang disertai dengan bumbu bawang, garam serta gula merah untuk sensasi rasa manis.

Harang-harang yang berarti masakan yang dibakar ditemukan pada prasasti watu kara yang dibuat pada 902 masehi. Sementara kiasan adalah masakan yang punya rasa manis.

Ikan sidat dan belut dipilih karena mudah ditemui disungai-sungai dekat candi borobudur.

Meski di Indonesia sidat jarang dijual sebagai menu siap makan, tetapi sidat sangat populer di negara asia timur terutama Jepang. Negara ini menempatkan ikan sidat sebagai menu istimewa yang disebut unadon atau sidat bakar.

BACA JUGA:Kesbangpol Perkuat Wawasan Kebangsaan Masyarakat

BACA JUGA:Bengkulu Dipastikan Siap Jadi Tuan Rumah PPAP

Sebagai perbandingan harga di Indonesia dalam catatan kementerian keluatan dan perikanan hanya 150.000 sampai 200.000 rupiah per kilogramnya. Sedangkan di Jepang minimal kita harus merogo kocek 300.000 rupia untuk satu porsi kecil sidat bakar.

Sedangkan di Jepang harga per kilogram dengan jumlah Lima ekor bisa mencapai jutaan rupiah. Bahkan jenis sidat yang paling langka harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah per kilogramnya.

Di Jepang biasanya sidat dinikmati selama bulan-bulan musim panas. Meski telah dikonsumsi selama ratusan tahun popularitas sidat di Jepang mencapai puncak 1.700 an. Saat itu seorang dokter memberitahu pasiennya untuk mengkonsumsi sidat agar tercegah dari penyakit.

Kebiasan itupun dibawak ke nusantara pada pendudukan jepang di 1942.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan