Surplus Neraca Perdagangan Topang Perekonomian

Surplus perdagangan Maret 2024 ditopang oleh sejumlah komoditas, satu di antaranya dari industri besi dan baja. -KEMENPERIN-

Sementara itu, bila dilihat dari negara penyumbang defisit perdagangan, sumbangan terbesar berasal dari Thailand USD383,9 juta, Brasil USD359 juta, dan Australia USD255,6 juta.

Terlepas neraca perdagangan periode Maret 2024 masih terus mencatat surplus USD4,47 miliar, bahkan capaian itu terus melanjutkan tren surplus selama 47 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, pencapaian tetap disambut positif oleh Bank Indonesia.

BACA JUGA:Kementerian Investasi - Kemendagri Perpanjang Kerja Sama Akses Pemanfaatan Data Kependudukan

BACA JUGA:Uang Beredar Tumbuh Lebih Tinggi pada Maret 2024

Menurut Asisten Gubernur sekaligus Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, surplus neraca perdagangan tersebut positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut. "Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna terus memperkuat ketahanan perekonomian," ujarnya.

Bank Indonesia memandang, perkembangan ini positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

 

Perlu Waspada

Berbeda dengan Bank Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru mewaspadai surplus neraca perdagangan Indonesia yang berada dalam tren menurun.

BACA JUGA:World Water Forum ke-10, Peluang Indonesia Belajar Peran Teknologi Atasi Perubahan Iklim

BACA JUGA:BI Rate Naik, Bank Sentral Antisipasi Dampak Kondisi Global

Sebagaimana diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2024 mencatatkan surplus sebesar USD4,47 miliar, melonjak dari surplus pada bulan sebelumnya yang sebesar USD0,87 miliar.

Meski demikian, jika diakumulasikan, surplus neraca perdagangan pada Januari hingga Maret 2024 tercatat sebesar USD7,31 miliar, jauh menurun dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang sebesar USD12,11 miliar. "Penurunannya US$4,8 miliar, ini cukup besar. Namun, Indonesia masih menikmati kondisi neraca perdagangan yang surplus," katanya.

Sri Mulyani mengatakan, kondisi surplus pada Maret 2024 dipengaruhi oleh kontraksi yang lebih dalam pada impor sebesar -12,8 persen secara tahunan, dibandingkan dengan kontraksi ekspor sebesar -4,2 persen secara tahunan. Menurutnya, kinerja ekspor konsisten berada dalam tren pertumbuhan negatif, dari yang sebelumnya tumbuh sangat tinggi pada 2022 dan awal 2023. Sementara itu, kinerja impor masih volatil meski cenderung terkontraksi.

“Jadi dari sisi faktor eksternal, neraca pembayaran dan neraca perdagangan, kita harus mewaspadai dan memonitor secara detail perkembangan dari neraca pembayaran dan neraca pembayaran, karena ini mempengaruhi kinerja ekonomi, penerimaan, dan APBN kita," jelas Sri Mulyani.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan