Internet dan AI Ubah Pola Hidup Masyarakat
Wahyu Aji selaku Praktisi Komunikasi dari Good News From Indonesia/GNFI (kedua dari kanan) dalam diskusi Media Connect: Dari Clickbait Jadi Kredibel di Menara Bosowa, Makassar, Kamis (23/10/2025) malam. -Foto: Amiri Yandi/InfoPublik-
RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Perkembangan internet dan kecerdasan buatan (AI) telah membawa perubahan besar terhadap perilaku digital masyarakat Indonesia. Penggunaan internet kini tidak lagi sekadar kebutuhan tambahan, tetapi telah menjadi bagian dari keseharian.
Data terbaru menunjukkan bahwa rata-rata pengguna internet di Indonesia menghabiskan waktu 7 jam 22 menit per hari untuk berselancar di dunia maya. Dari waktu tersebut, sekitar 3 jam 8 menit digunakan untuk mengakses media sosial.
Bahkan, sekitar 100 juta pengguna aktif di platform TikTok menghabiskan waktu rata-rata 1,5 jam per hari, atau 45 jam setiap bulan. Selain itu, masyarakat juga tercatat menonton video pendek rata-rata 2,1 jam setiap hari.
Demikian disampaikan Praktisi Komunikasi dari Good News From Indonesia/GNFI Wahyu Aji saat diskusi Media Connect: Dari Clickbait Jadi Kredibel di Menara Bosowa, Makassar, Kamis (23/10/2025) malam.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa media sosial kini telah menjadi sumber informasi utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, menggantikan peran media konvensional," kata Wahyu.
BACA JUGA:Mengenal 7 Manfaat Adopsi Teknologi AI dalam Meningkatkan Kinerja
BACA JUGA:Sistem Pengembangan Perpustakaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Namun, di tengah dominasi media sosial, muncul fenomena baru dengan kehadiran kecerdasan buatan (AI) yang seakan-akan dapat mewujudkan imajinasi siapa pun. Indonesia bahkan mencatat tingkat adopsi AI tertinggi di Asia Tenggara, yakni mencapai 42 persen.
"Sekitar 92 persen pekerja intelektual di Indonesia telah menggunakan teknologi AI dalam pekerjaannya, ini angka tertinggi di kawasan ASEAN," ujar Wahyu.
Meski demikian, kesiapan Indonesia dalam menghadapi era AI masih berada di peringkat keempat di Asia Tenggara, di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya tingkat literasi digital masyarakat.
"Hanya 29 persen warga Indonesia yang memiliki kemampuan literasi digital dalam kategori “baik"," ungkap Wahyu.
Lebih jauh lagi, kata Wahyu, 52 persen masyarakat Indonesia mengaku tidak tahu apakah konten yang mereka lihat di internet dibuat oleh manusia atau oleh AI. Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan publik dalam mengenali dan memverifikasi informasi digital masih perlu ditingkatkan.
BACA JUGA:Mengenal 7 Manfaat Adopsi Teknologi AI dalam Meningkatkan Kinerja
BACA JUGA:Sistem Pengembangan Perpustakaan Teknologi Informasi dan Komunikasi