Peredaran Barang Ilegal, Negara Diklaim Rugi Hingga Rp 5,2 M
Kepala Kantor (Kakan) Pelayanan Bea dan Cukai Bengkulu, Koen Rachmanto-harianbengkuluekspress.bacakoran.co-
BENGKULU RU - Terhitung sejak bulan Januari hingga 20 Desember 2024, negara diklaim mengalami kerugian dengan total mencapai Rp 5,2 miliar.
Kerugian negara tersebut dipicu karena peredaran barang ilegal berupa rokok, minuman keras (Miras) dan butir Produk Nasional Neto (PNN).
Kepala Kantor (Kakan) Pelayanan Bea dan Cukai Bengkulu, Koen Rachmanto mengatakan, angka kerugian itu didasari pada 263 penindakan, yang telah dilakukan pihaknya dalam setahun terakhir.
"Dari penindakan ini, kita berhasil menyita 3.657.280 batang rokok, 2.073,89 liter minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA), dan 15.748 butir PNN ilegal," ungkap Rachmanto.
BACA JUGA:Alur Dangkal Jadi Biang Merosotnya Bea Keluar Cangkang
BACA JUGA:Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan 275.000 Benih Lobster Tujuan Malaysia
Menurut Rachmanto, barang-barang ilegal tersebut memberikan dampak besar terhadap potensi penerimaan negara. Seperti dari 263 kasus yang ditindak itu saja, diperkiraan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 5,2 miliar.
"Selain kerugian langsung terhadap penerimaan negara, kita juga mencatat barang-barang ilegal tersebut memiliki nilai yang cukup besar," kata Rachmanto.
Dilanjutkan Rachmanto, dari total nilai barang yang berhasil disita dan dimusnahkan selama periode itu saja, mencapai Rp 7,9 miliar.
"Pemusnahan yang kita lakukan sebagai bagian dari upaya untuk menekan peredaran barang-barang ilegal di tengah-tengah masyarakat," ujar Rachmanto.
BACA JUGA:Hati-Hati Bahaya ! BPOM Temukan 10 Jenis Obat Herbal Ilegal Berbahaya, Ini Daftarnya
BACA JUGA: Pemerintah Blokir 1.855 Situs Perdagangan Berjangka Komoditi Ilegal
Rachmanto menambahkan, peredaran barang ilegal seperti ini, tidak hanya merugikan negara dari sisi finansial, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.
"Selain itu juga persaingan usaha menjadi tidak sehat. Makanya kita terus mengupayakan pengawasan yang lebih ketat," tambah Rachmanto.