Adu Kuat Kisruh Tapal Batas Kabupaten
Tangkapan layar digital akun YouTube Mahkamah Konstitusi--
ARGA MAKMUR RU - Adu kuat sikap Termohon sampai dengan Pihak Terkait, salah satunya Pemda Bengkulu Utara (BU) soal batas wilayahnya dengan Kabupaten Lebong. Atas uji materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956, Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956. Dan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Termasuk Kotapraja. Dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan sebagai Undang-Undang (UU 28/1959), tinggal lagi menunggu gada ketua majelis konstitusi.
Pantauan Radar Utara, Rabu (6/12), perkara konstitusi dengan Nomor 71/PUU-XXI/2023 dengan Pemohon Bupati Lebong Kopli Ansori dan Ketua DPRD Kabupaten Lebong Carles Ronsen yang mengatasnamakan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong. Kemarin bergulir ke ruang sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK).
Menukil informasi resmi MK, Sudarman, selaku saksi pihak terkait yang dihadirkan Pemda BU. Menyampaikan, sejak terbitnya Undang-Undang 28 Tahun 1959 perbatasan Kabupaten Bengkulu Utara dengan Kabupaten Rejang Lebong, ditentukan dengan batas alam berupa kawasan hutan lindung.
Dikatakan Sudarman, sebelah barat adalah Kabupaten Bengkulu Utara dan sebelah timur adalah Kabupaten Rejang Lebong. Tidak pernah pernah terjadi permasalahan, terkait tapal batas, kata Sudarman, sampai dengan pemekaran wilayah di Kabupaten Rejang Lebong. Dikarenakan masyarakat dan pemerintah daerah setempat, patuh dengan peraturan perundangan-undangan yang dibuat hingga hari ini.
Sudarman yang diketahui pensiunan ASN Pemda BU, yang diketahui mantan Kabag Pemerintahan Desa (Pemdes) Setkab BU itu. Menyampaikan, dalam UU 28/1959 belum menegaskan batas-batas wilayah seperti Undang Undang pembentukan daerah otonom baru yang diterbitkan akibat pemekaran wilayah.
Pasalnya, situasi dan kondisi pada saat itu, mash sangat terbatas dengan belum dikenalnya perkembangan teknologi seperti citra satelit atau teknologi modern seperti saat ini. Untuk menentukan titik koordinat dalam proses pembuatan peta wilayah.
“Pada saat pengukuran titik koordinat yang dilaksanakan oleh personil TOPDAM I Sriwijaya bersama Tim Penegasan Batas Daerah Provinsi dan Kabupaten yang secara langsung saya ikuti di 22 titik. Dipastikan sudah sesuai sehingga dari sisi filosofis, sosiologis, maupun historis di mana Bupati Lebong pada saat itu menyatakan bahwa pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara telah mengambil wilayah makam para leluhur orang Lebong adalah tidak benar,” terang Sudarman. Sidang kemarin itu, dipimpin langsung Ketua MK, Suhartoyo.
Lebih jauh, Sudarman juga menerangkan, sampai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, masih berlaku sistem kewedanaan. Diceritakannya, Pemda BU ketika itu, terdapat Kewedanaan Lais. Dijabarnya, kawedanaan ini membawahi 4 marga yakni Lais, Bintunan, Sebelat dan Ketahun. Diterang pula, seluruh batas wilayah marga adalah hutan lindung BW (Bewij Zen).
Ketika dilihat dari latar belakang, kata dia, mata pencaharian masyarakat Lebong saat itu, sebagian besar adalah penambang emas. Diterang juga, hanya sebagian kecil petani dan/atau pekebun. Sehingga sesuatu hal yang sangat wajar, apabila luas wilayah Lebong tidak terlalu luas.
"...karena wilayah Kabupaten Rejang Lebong juga dikelilingi oleh kawasan hutan lindung," terangnya.
BACA JUGA:Komisi Pemilihan Umum Rekrut 6.272 KPPS di Bengkulu Utara
Pemohon, saat Sidang Pendahuluan Selasa (25/7) lalu. Mengaku dirugikan atas berlakunya Ketentuan Pasal 1 angka 10 beserta Penjelasan dari Undang-Undang Pembentukan Kabupaten Bengkulu Utara. Versinya, ketentuan itu telah menyebabkan Pemohon kehilangan wilayah Kecamatan Padang Bano untuk seluruhnya, beserta sebagian wilayah 18 Desa yang tersebar di 6 Kecamatan lainnya.
Dalam persidangan, Pemohon juga mengaku dapat membuktikan wilayah Kecamatan Padang Bano dan sebagian wilayah 18 Desa yang berada di 6 Kecamatan lainnya itu. Adalah bagian wilayah Pemohon dengan dasar Undang-Undang Pembentukan Pemohon.
Pemohon menyebutkan, masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan Padang Bano dan sebagian wilayah 18 Desa yang berada di 6 Kecamatan lainnya. Pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden maupun Pemilihan Anggota DPR RI, DPD RI, serta DPRD di tahun 2009 dan 2014. Merupakan pemilih yang masuk Daerah Pemilihan Kabupaten Lebong dan bukan masuk ke Daerah Pemilihan Kabupaten Bengkulu Utara.
Merujuk catatan hasil persidangan yang dirilis MK lainnya, menjelaskan. Ahli Pemohon, dari Guru Besar Bidang Pendidikan Bahasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Bengkulu (UNIB) Sarwit Sarwono, pada sidang sebelumnya menyampaikan. Lebong merupakan ‘tanah air’ milik penduduk Rejang yang dewasa ini tersebar di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Tengah.
Sarwit yang juga menggunakan catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah (AMAN Da) Taneak Jang, bertanggal 21 Oktober 2018. Menerangkan sejak 1952, kawasan Padang Bano dan sekitarnya, seperti Ulau Uei, Limes, Kemung, dan Sebayua. Merupakan kawasan perkebunan (perladangan) orang-orang dari desa Pelabai, Sukokayo, Tik Tebing Kota Baru Santan, Tik Teleu, Taba Baru, dan Gunung Alam, desa-desa dalam wilayah Lebong.
Dijabarkan oleh Sarwit pula, tercatat penamaan Mong Sigak misalnya, di kawasan Urai hilir, yang diambil dari nama orang, yaitu Sigak bin Nagari Angin Padang dari desa Sukokayo. Yang pada masa itu melakukan aktivitas di tempat tersebut.
Selanjutnya, pada sekitar 1952 beberapa orang dari desa Pelabai dan Kota Baru Santan membuka lahan perkebunan (perladangan) di hulu sungai Urai. Mereka itu adalah Menan, Kader, Seman, Sliman, pak Sanai, pak Inua.
Tercatat juga sebuah talang di kawasan Padang Bano yang bernama Talang Lubuk Galek, yang merupakan talangnya orang-orang dari desa Tik Tebing. Pada 1958, tercatat sejumlah orang yaitu Abuman (alm), Baha (alm), H. Aliadin, Smeer (alm), Saidil, Alamsyah, Aliata (alm) yang juga melakukan aktivitas perladangan di kawasan Padang Bano.
"Demikian berlanjut sampai dengan tahun 1971-an dan 1983-an, wilayah Padang Bano, Ulau Uei, Limes, Kemung, dan Sebayua. Menjadi kawasan perladangan orang-orang dari berbagai desa seperti Pelabai, Sukokayo, Tik Tebing Kota Baru Santan, Tik Teleu, Taba Baru, dan Gunung Alam. Wilayah Padang Bano dengan demikian pada periode 1952-1983 merupakan talangnya orang-orang Lebong," jelas Sarwit.
Mengikuti persidangan kemarin, Ketua MK Suhartoyo mengatakan, setelah keterangan ahli Pihak Terkait, tidak lagi ada persidangan. Para pihak, mulai dari Pemohon, Termohon sampai dengan Pihak Terkait, diminta segera menyampaikan kesimpulannya masing-masing, sebelum sidang putusan.
Isi kesimpulan, kata pengganti Anwar Usman itu, diambil dari proses selama persidangan yang nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan majelis hakim dalam mengambil keputusan.
"Kesimpulan harus disampaikan paling lambat Hari Kamis, 14 Desember 2024, paling lambat Pukul 11.00 WIB," tegasnya. (bep)