Banner Dempo - kenedi

Catatan Ruang Semu

--

Cerpen Karangan: WDS

“Baiklah tinggal sedikit lagi” Aku terus melanjutkan mengetik sisa berkas yang belum terselesaikan di laptop yang ada di hadapanku. Disamping juga ada Kopi dan camilan yang bisa kugunakan sepanjang malam, jadi tidak ada pilihan lain selain meneruskan hal ini. Sambil meneruskan mengerjakan berkas yang tersisa, aku juga melihat sekitar yang ada di ruanganku dan yang paling terbaik adalah di ruangan ini sudah tersedia makanan untuk satu bulan kedepan.

Detik berganti menit dan menit berganti jam akhirnya aku menyelesaikan berkas yang belum selesai ini dan tidak terasa waktu hampir mencapai pagi lagi. Kenapa bisa kusimpulkan ini pagi lagi kerena cahaya sudah masuk ke ruanganku. “Hoaahh…, dan sekarang waktunya ngantuk menyerangku”. Langsung kubaringkan badanku di depan laptop yang barusan berkasnya sudah keselesaikan lalu perlahan memejamkan mataku untuk menuruti rasa kantuk ini.

Rasanya baru beberapa saat aku memejamkan mataku namun saat aku bangun cahaya di ruanganku mulai redup jadi pada kenyataannya aku harusnya sudah tidur selama berjam-jam. “Ya sudah saatnya memakan sesuatu, rasa laparku mulai menyerang” aku berdiri dari depan laptop yang sudah mati kurasa karena kehabisan baterai. Aku berjalan ke pojok ruangan dimana di sana ada kompor untuk memasak, letaknya berada sudut yang berlawanan dari pintu dan berada disebelah jedela kaca buram.
“Kurasa aku harus membuat beberapa makanan ringan dan kopi, karena berkas hari ini sama sekali belum kuselesaikan”. Aku dengan cepat membuat beberapa makanan dan secangkir kopi serta mengambil beberapa makan ringan yang ada di sudut ruangan yang letaknya tepat bersebrangan bagian kompor.

Kembali membawa semua makanan dan kopi kehadapan laptopku dan melanjutkan berkas yang belum terselesaikan. “Ya…, kembali lagi ke kebiasaan yang sudah membuatku terbiasa ini” aku mengeluh sambil menghadap laptop dan melanjutkan berkas hari ini.

“Selain itu aku sedikit penasaran tentang keadaan diluar sekarang” Aku menyanggahkan diriku kebelakang dengan tangan sebagai penahan dan melihat kearah jendela.

“Di ruanganku sudah terisi penuh dengan makanan selama kurang lebih sebulan ini, aku jadi tidak perlu keluar lagi untuk membeli stok makanan, jadi ya sudahlah…” Aku kembali menghadap laptop dan melanjutkan berkas yang ada di hadapan mata.

Waktu yang tidak bisa berhenti kembali berjalan. Hitungan jam telah berlalu dan berlanjut menuju hitungan hari, dari hitungan hari berlalu menuju ke hitungan minggu. Pada akhirnya stock makananku dalam sebulan atau kurang lebih empat minggu telah berkurang satu perempatnya. “Sudah seminggu ya, hampir tidak berasa waktu telah berlalu seminggu dan aku terus menjalani rutinitasku yang seperti ini” Aku berjalan ke arah kamar mandi yang ada di seberang pintu masuk ruanganku.

BACA JUGA:Suro Diro Joyo Ningrat Lebur Dining Pangastuti

“Sisa stock makananku terlihat masih banyak padahal sudah berkurang seperempat dari jatah sebulan” aku kembali berjalan lagi menuju ke arah laptopku untuk menyelesaikan berkas hari ini. Dalam ruangan ini sudah terpenuhi pasokan selama satu bulan penuh tapi kenapa aku mulai merasakan ada yang aneh.

Sekarang aku sudah menjalani minggu ke-2 dari sebulan pasokan makanan yang ada dalam ruanganku. Aku mengatakan ini minggu kedua karena kuhitung dari sisa pasokan makanan yang saat ini tersisa seperempat dari keseluruhannya. “Tapi aku mulai benar-benar penasaran bagaimana keadaan di luar sekarang, apa masih ramai? Tapi sepertinya masih ya, karena aku kan tinggal di apartemen hahaha…” aku menyanggahkan tubuhku ke tembok di sambil melihat langit-langit yang ada di dalam ruanganku. Saat yang sama juga aku menyadari kalau cahaya mulai redup, itu berarti sekarang sudah sore bahkan bisa dibilang hampir malam.


“Sudah saatnya menyiapkan kopi dan beberapa makanan ringan, tapi sebelum itu…” Aku menoleh kearah tempat kompor berada dan akan mengambil langkah kesana namun kemudian aku berbalik dan melihat sudut yang berbeda yaitu ke arah pintu dan mengambil satu langkah lalu menjulurkan tanganku kearah pintu itu.

“Tidak…, jangan…, ini baru satu minggu lebih beberapa jam kenapa aku harus memaksakan diriku untuk kesana” Aku menarik kembali tanganku, mengepalkannya di depan wajahku lalu kembali membalikkan badanku dan berjalan kearah tempat kompor untuk membuat kopi dan membuat beberapa makanan ringan. Setelah memebuat beberapa kopi dan makana ringan aku berjalan ke sudut di depan kompor, tempatku menyimpan makanan kaleng dan plastik lalu kuambil beberapa untuk jadi pelengkap.

Setelah selesai dengan semua itu aku kembali menghadap laptop dan melanjutkan aktivitas seperti biasa disambi dengan minum kopi dan memakan beberapa mekanan ringan. Setelah menyelesaikan semua berkas, aku langsung melentangkan tubuhku kebelakang dan berbaring. “Apa ini benar-benar tidak apa-apa, walaupun hanya seminggu, tidak jika kuambil dari sudut pandang lain ini berarti sudah seminggu aku tidak keluar dari ruanganku” Aku memiringkan kepalaku sambil berbaring hingga dapat melihat pintu dan sekali lagi mengulurkan tanganku untuk meraih pintu itu namun sama seperi sebelumnya aku menariknya kembali lalu mengepalkan tanganku di depan wajahku. Tidak lama aku menolehkan lagi kepalaku menuju atas dan menatap langit-langit diakhiri dengan perlahan menutup mata karena rasa kantuk yang sudah menyerang.


Hari demi hari dilewati di minggu kedua dalam sebulan. “Jadi sekarang sudah ada di akhir dari minggu ke-2 ya” aku bersandar di tembok yang kukombinasikan dengan melihat redupnya cahaya secara perlahan yang menandakan aku akan segera memasuki minggu ke-3 dalam sebulan ini. Namun disaat bersamaan aku juga berpikir apakah yang kulakukan ini benar, karena akhir-akhir ini aku terus melihat pintu keluar itu dan selalu mengulurkan tanganku untuk meraih itu namun juga selalu kubatalkan.

Minggu ke-3 sudah hadir dan pertanyaan demi pertanyaan selalu hadir dalam kepalaku dari yang awalnya hanya sekilas demi sekilas, sekarang menjadi bisa diketegorikan lumayan sering meskipun aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku dari sana dengan selalu mengerjakan berkas selama mungkin tiap harinya. “2/4 dari sisa pasokan makanan sudah habis ya, sekarang aku harus mulai menggunakan tigaperempat yang tersisa dari pasokan makananku. Tapi sepertinya ini tidak penting lagi” aku mulai melihat lagi ke arah pintu keluar.

Aku menghadap pintu keluar dan mengulurkan tanganku kesana namun kali ini aku tidak menariknya lagi karena semakin lama perasaan anehku ini semakin kuat. “Sebenarnya apa yang membuatku seragu ini untuk menyentuh pintu keluar itu?” Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri tentang hal itu karena minggu lalu aku meragukan diriku untuk perasaan aneh yang kurasakan ini namun sekarang aku sudah yakin dengan perasaan aneh yang kurasakan ini jadi aku harus meraih pintu itu.

“Baiklah, sekaranglah saatnya” aku berjalan perlahan untuk meraih pintu itu namun lagi-lagi langkahku terhenti setelah beberapa langkah. Karena hal ini aku terus berpikir sebenarnya apa yang salah dengan diriku, bukannya aku sudah biasa keluar-masuk ruangan ini karena ini adalah ruanganku sendiri setidaknya sejak sebelum aku memiliki pasokan makanan sebulan itu.

“Haaa sialan…!!! Baiklah, baiklah besok, besok aku pasti akan meraih pintu itu” dengan sangat kecewa dan berat hati aku menurunkan tanganku, membalikkan badan dan kembali berjalan ke arah berlawan. Aku membuat kopi dan beberapa camilan seperti biasanya hanya saja kali ini aku terus kepikiran dan berpikir tentang perasaan aneh ini serta kenapa aku bisa seragu itu menyentuh pintu keluar dari ruanganku sendiri.

Minggu ke-3 sudah berjalan hari demi hari dan juga setiap harinya aku selalu dan selalu mencoba berjalan kearah pintu keluar dan meraihnya namun pada akhirnya selalu dan selalu gagal dan gagal lagi walaupun di setiap percobaanku selalu langkahku bertambah dan semakin mendekat pada pintu itu. “Lagi-lagi seperti ini ya..!!! sebenarnya ada apa ini, ada apa dengan ruangan ini…!!!” sedikit demi sedikit aku mulai berpikir kalau ada yang salah dengan ruangan ini karena disaat aku sudah membulatkan tekadku untuk berjalan ke arah pintu, selalu saja berakhir sama yaitu gagal dan akhirnya aku berjalam kembali ke depan laptopku.

“Tenanglah diriku…, tenangkan dirimu sedikit. Pikirkan dari sudut pandang lain, ya itu dia, ini mungkin bukan dari ruanganku tapi dari diriku sendiri, sebenarnya apa yang salah dengan diriku…!!?” secara perlahan aku mengalihkan kesalahan dari penyebab kegagalanku secara terus-menerus untuk mencapai pintu yang ada di ruangan dari ruangan itu sendiri ke diriku sendiri. Perasaan aneh itu mulai muncul dari seminggu setelah aku menyimpan pasokan makanan selama sebulan. Apa, apa yang sebenarnya terjadi sejak waktu itu atau bahkan sejak jauh sebelum itu?

Dengan pertanyaan di kepalaku yang semakin hari semakin menjadi-jadi aku mulai memasuki minggu keempat dan dengan 4/4 dari pasokan makananku dan itu berarti ini menjadi pasokan makanan terakhir dan ini menjadi minggu terakhir? “Sudah tidak banyak waktu lagi tersisa jadi pikirkanlah, diriku, apa yang sedang terjadi saat ini” aku terus-menerus berpikiran seperti sambil tanganku yang kuulurkan.

Sekarang sudah memasuki hari kelima di minggu keempatku di ruangan ini, ruanganku sendiri, dan akhirnya aku sudah bersiap dan membulatkan tekad untuk meraih gagang pintu itu. “Aku sudah menyentuh pintu ini selama beberapa menit, sekarang atau tidak sama sekali aku harus meraih gagang pintu ini untuk memperjelas semuanya” Tepat seperti yang kukatakan aku menyentuh gagang pintu dan tiba-tiba aku menyadari apa perasaan aneh yang selalu menghantuiku selama sebulan terakhir.

“Aku tidak ingat apapun yang kulakukan sebelum sebulan yang lalu sejak aku memasuki ruangan ini?” Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri dengan dua tanganku yang menyentuh kepalaku karena aku sangat kebingungan tentang apa yang sebenarnya terjadi. “Satu-satunya yang kuingat hanyalah sebuah kata-kata tentang ‘aku membeli pasokan makanan selama satu bulan’ selebihnya dari itu aku tidak ingat apapun, tidak ingat apapun…!!!” Aku semakin panik dan semakin kencang memegangi kepalaku sembari berharap bahwa dengan ini aku bisa mengingat sesuatu.

Ditangah-tengah badai kepanikan yang mengguncang aku melirik gagang pintu yang ada dihadapanku dan masih berusaha meraihnya. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kubuka pintu ini, apa aku benar-benar ada di ruanganku yang biasanya, atau lebih parah, apa aku sebelumnya memang memiliki sebuah ruangan yang selengkap ini!!?” Semakin aku mencoba untuk meraih gagang pintu itu dan memcobanya, semakin banyak pertanyaan yang tidak jelas mengalir dikepalaku.
“Atau mungkin ini cuma mimpi? Ya…, ini pasti cuma mimpi…! Kalau begitu yang harus kulakukan hanyalah tidur saja supaya aku bisa keluar dari mimpi ini” penolakan, itulah jawaban yang kuambil dari berbagai macam pertanyaan yang lewat di kepalaku tentang apa yang sebenarnyanya terjadi. Jadi aku segera meletakkan tubuhku di bawah, menghatap ke langit-langit menutupi mataku dengan satu tanganku lalu memejamkan mataku dan berharap aku bisa terbangun dari mimpi yang memuakkan ini.

Keesokan harinya saat terbangun aku menghadapi sebuah kenyataan paling menyakitkan dan membawaku ke pelosok keputusasaan, saat aku terbangun aku tetap berada di ruangan ini dan tepaat di sebelah pintu dimana aku menidurkan diriku semalam. “Jadi ini bukan mimpi ya” Segala macam perasaan negatif memasuki pikiranku secara bersamaan namun disis lain juga ada seseorang yang mengetuk pintu.

“Tahanan Isolasi 101, ini jatah makanmu hari ini” saat mendengar kata-kata itu, seketika pula aku tersadar dari angan semuku yang selama ini menjadi tameng untukku menolak kenyataan bahwa aku seorang Kriminal yang di tahan diruang Sel Tahanan Isolasi.

Segala macam pemandangan dan gambaran yang terlihat dari awal hingga dia berada di puncak keanehan yang dia rasakan berubah 180 derajat dari mulai ruangan yang dia katakan hingga keadaan yang dia sebutkan. Pemandangan berubah dari awalnya ruangan yang memiliki fasilitas lengkap untuk sebuah tempat tinggal hanya menjadi ruangan kosong yang didalamnya cuma ada toilet kumuh dengan air seember serta tikar dan bangku kecil.

Pencahayaan yang selalu dia sebutkan untuk mengira-ngira waktu tanpa melihat jam bukanlah sebuah cahaya yang dia lihat dari jendela melainkan sebaliknya. Ruangan itu tidak memiliki satupun jendela, itu adalah ruang sel isolasi yang tidak mengizinkan satupun tahanan untuk melihat dunia luar. Sesuatu yang dia lihat sebagai jendela kaca buram itu sebenarnya hanyalah sebuah petak cahaya yang muncul dari sela langit-langit sel isolasi yang menabrak dinding sehingga saat matahari masih berada di langit pantulan cahaya itu membentuk kotak di dinding yang akhirnya dia anggap sebagi kaca buram.

ruangan dengan kompor dan tempat yang dia gunakan untuk menyimpan makanan ringan juga sebenarnya tidak pernah ada. Sudut-sudut ruangan yang dia sebutkan untuk menyimpan makanan dan membuat sesuatu seperti kopi dan makanan ringan hanyalah sebuah sudut kosong yang tidak ada apa-apanya bahkan bangku kecil di ruangan itu juga berada di tempat berbeda. Dari yang terlihat sudut-sudut itu biasanya dia gunakan untuk memakan makanan yang setiap hari disediakan dan dikirim oleh Sipir penjara.

Bagian terakhir adalah saat dia melihat bahwa setiap hari dia mengerjakan berkas di sebuah laptop namun pada kenyataannya itu adalah sebuah sel tahanan isolasi dan sudah pasti hal-hal seperti itu tidak mungkin. Apa yang dia lihat sebagai laptop itu merupakan sebuah bulpoin dan beberapa lembar kertas yang dia minta pada Sipir penjara untuk selalu membawa dua barang itu bersama dengan jatah makanannya setiap hari. Lembaran kertas itu tidak digunakan sebagai apapun kecuali untuk menuliskan apa yang ingin dia tulis untuk membuatnya melupakan kenyataan yang terjadi dan seiring berjalannya waktu hal itu juga yang membuatnya masuk dalam dunia khayalannya sendiri dan menganggap bahwa dia hidup di ruangan serba berkecukupan sehingga dia tidak perlu keluar ruangan.

BACA JUGA:Lakon Wayang: Sedulur Papat Limo Pancer

Disisi lain dari ruangan terlihat dua orang Sipir penjara yang membawakan jatah makanan harian yang satunya tidak ada lembaran kertasnya jadi itu mungkin untuk tahanan isolasi yang lain.

“Tahanan Isolasi 101, ini jatahmu untuk hari ini” Sipir sebelah kanan memanggil dari balik pintu.
“Iya, Pak Sipir”
“Ini” Sipir sebelah kanan menaruh nampan berisi makanan dan lembaran kertas, menggesernya masuk melewati celah di bawah pintu tahanan.
“Jadi itu tahanan isolasi yang setiap harinya minta dibawakan lembaran kertas ya?” Sipir sebelah kiri bertanya
“Iya begitulah, entah apa yang dia tulis di kertas-kertas itu”
“Kalau tidak salah dia ditahan di ruang isolasi selama dua bulan kan dan ini bulan keduanya”
“Kirian Lokkal, masa tahanannya hanya lima tahun tapi tahanan itu sudah tiga kali masuk ruang isolasi, walaupun dia bukan tahanan yang brutal seperti kebanyakan tahanan lain”
“Menurutmu apa yang akan pria itu tulis di kertas-kertas itu?”
“Entahlah, mungkin hanya untuk menghabiskan waktu di dalam sana”
“Kalau begitu kita anggap saja apa yang dia tulis itu sebagai ‘Catatan Ruang Semu’ saja”
Kedua sipir saling berbingcang mengenai orang yang berada di sel tahanan isolasi 101 itu hingga mereka meninggalkan ruang bagian sel-sel isolasi berada.

Cerpen Karangan: WDS
Blog / Facebook: Wds

Cerpen Catatan Ruang Semu merupakan cerita pendek karangan WDS, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan